Kata pepatah, lebih baik sakit gigi daripada sakit hati karena tidak ada obat untuk sakit hati. Benarkah demikian? Ternyata tidak juga. Namun, hati memainkan peran yang sangat vital sehingga kerusakannya bisa berimbas pada berbagai hal fatal.
Sebagai organ tubuh yang paling besar, hati terlibat dalam berbagai mekanisme fisiologis. Mulai dari detoksifikasi (menetralkan) zat racun endogen maupun eksogen, mempertahankan imunitas, tempat memproses obat-obatan dan hormon, tempat pembentuk dan penyimpan lemak, tempat di mana metabolisme karbohidrat berlangsung, pembentuk faktor-faktor pembekuan darah dan protein plasma lain, mengaktivasi vitamin D, sampai penghasil cairan empedu. Apabila hati rusak, maka semua fungsi di atas akan mengalami distorsi. Jadi bisa kita bayangkan sendiri bagaimana jadinya keseimbangan tubuh jika hati terganggu.
Ada beberapa penyakit yang bisa terjadi pada hati, seperti hepatitis, fibrosis hati, sirosis, tumor hati, kanker hati, dan gagal hati. Hepatitis merupakan peradangan pada hati. Fibrosis merupakan penggantian unit-unit fungsional sel hati menjadi jaringan ikat yang dapat memarah menjadi sirosis. Tumor hati terjadi akibat proliferasi (pembelahan) berlebih dari sel hati yang bersifat jinak jika dibanding dengan kanker yang karakteristiknya ganas. Semua kelainan hati akan terpulang kepada gagal hati, yaitu suatu kondisi di mana hati telah kehilangan fungsi.
Dari semua penyakit di atas, kita akan memfokuskan perhatian serta pembahasan pada hepatitis. Hal ini dikarenakan angka kejadian hepatitis yang cukup tinggi. Di smaping itu, hepatitis bisa menjadi cikal-bakal terjadinya penyakit hati lain.
Seperti yang telah disebutkan, hepatitis merupakan peradangan pada sel hati yang bisa diakibatkan karena infeksi virus maupun bakteri serta zat-zat hepatotoksik semisal alkohol, parasetamol, obat kolesterol statin, antibiotik marolida.
Di antara semua penyebab hepatitis, golongan virus termasuk penyebab yang paling signifikan. Sejauh ini, telah dikenal 7 macam virus yang dapat menyebabkan hepatitis, yakni virus hepatitis A, hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, hepatitis E, hepatitis F, dan hepatitis G. Lima jenis virus hepatitis yang pertama (A sampai E) telah terbukti mampu menyebabkan hepatitis pada manusia, sedangkan hepatitis F dan hepatitis G masih sebatas menyebabkan hepatitis pada hewan uji.
Hepatitis Akibat Virus
Hepatitis A (hepatitis infeksiosa) disebabkan oleh virus hepatitis A yang merupakan virus RNA beruntai tunggal. Penyakit ini lebih banyak menyerang kelompok anak-anak dan dewasa muda, ditularkan melalui mekanisme fekal oral, baik dibawa bersama makanan ataupun bersama air. Penularan parenteral (masuk lewat aliran darah) termasuk jarang, sementara penularan melalui kontak seksual mungkin saja bisa terjadi. Virus hepatitis A memerlukan masa inkubasi 15-45 hari (rata-rata 30 hari). Artinya, begitu seseorang terinfeksi maka gejala baru akan timbul selang 30 hari kemudian.
Sanitasi yang buruk merupakan faktor risiko terkena hepatitis A. Daerah padat seperti poliklinik, rumah sakit jiwa, jasa boga terinfeksi, pekerja layanan kesehatan, wisatawan internasional serta hubungan seksual dengan orang terinfeksi akan meningkatkan insiden penularan. Begitupun, hepatitis A merupakan penyakit yang bisa sembuh sempurna. Sangat sedikit sekali penderita hepatitis A yang jatuh ke keadaan penyakit kronis.
Selain meminimalkan faktor risiko penularan, antisipasi terhadap hepatitis A juga bisa dilakukan melalui imunisasi aktif (vaksin hepatitis A virus) maupun pasif (vaksin hepatitis IgG yang diberikan sebelum atau sesudah pajanan). Sebagai catatan, pada imunisasi pasif, tubuh diberikan zat anti untuk melawan infeksi. Semtara, pada imunisasi aktif, tubuh dipajankan dengan antigen dan dipaksa untuk membentuk zat anti sendiri. Berkebalikan dengan imunisasi aktif, imunisasi pasif lebih mahal, bekerja lebih cepat tetapi dalam masa yang singkat. Biasanya pemilihan jenis imunisasi, apakah aktif atau pasif ditentukan oleh keadaan klinis yang bersangkutan.
Berbeda dengan hepatitis A, hepatitis B (hepatitis serum) sering berlanjut menjadi penyakit hati kronis. Penyebabnya merupakan virus hepatitis B yang merupakan virus DNA beruntai ganda. Penularan hepatitis B terjadi melalui mekanisme parenteral, seksual, maupun selama proses persalinan. Masa inkubasi penyakit ini terbilang lama, yakni antara 50-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
Hepatitis B bisa menyerang semua golongan usia, terutama pada mereka dengan aktivitas homoseksual, memiliki banyak pasangan seks, pengguna obat suntik intravena (misalnya pengguna narkoba yang kerap berbagi jarum suntik). pekerja layanan kesehatan, hemodialisis (cuci darah) kronik, penerima transfusi darah, serta anak yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Imunisasi profilaksis (pencegahan) yang bisa diberikan mencakup vaksin HBIG yang sifatnya pasif dan vaksin aktif HbsAg noninfeksiosa.
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C yang merupakan virus RNA untai tunggal. Penularan terjadi melalui darah, hubungan seksual dengan penderita, serta jalan lahir. Masa inkubasi rata-rata 50 hari, dengan interval 15-160 hari. Sama seperti hepatitis B, penderita hepatitis C mencakup semua kelompok usia dan sering berujung pada penyakit hati kronis.
Risiko terinfeksi hepatitis C meningkat pada pengguna obat suntik, pasien hemodialisis, pekerja layanan kesehatan, hubungan seksual dengan orang yang terinfeksi, penerima transfusi darah serta bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi. Sampai sekarang, belum ada vaksin yang disinyalir mampu mencegah hepatitis C.
Virus hepatitis D yang menyebabkan hepatitis D merupakan virus yang aneh. Ia membutuhkan bagian dari virus hepatitis B untuk bisa bereplikasi (berbiak). Artinya, setiap kasus hepatitis D selalu diawali dengan hepatitis B (sudah sembuh atau sedang berlangsung). Penularan hepatitis D melalui darah dan hubungan seksual, dengan masa inkubasi sekitar 35 hari (30-140 hari).
Virus hepatitis E menyebabkan hepatitis E. Pada penyakit ii, penularan melalui fekal oral, terutama air. Masa inkubasi sekitar 15-60 hari dengan rata-rata 40 hari, kebanyakan menyerang kelompok dewasa hingga usia pertengahan. Meski jarang menjadi penyakit hati kronis, angka kematian pada wanita hamil yang menderita hepatitis E meningkat hingga 20%.
Kenali Tanda dan Gejala
Sekurang-kurangnya ada 4 fase hepatitis yang masing-masing menggambarkan gejala berbeda. Adapun keempat fase yang dimaksud adalah sebagai berikut.
- Fase tunas (inkubasi): cenderung tida ditemui gejala
- Fase preikterik (sebelum kuning pada kulit dan mukosa)
Pada fase ini, keluhan belum terlalu khas. Biasanya ditandai dengan penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri perut kanan atas dan daerah ulu hati. Keluhan lain bisa berupa pegal-pegal, terutama pada area pinggang, badan terasa lemah, gampak lelah, suhu badan naik selama 2-5 hari, sakit kepala (terutama pada dahi dan kadang disertai kaku kuduk), nyeri sendi, gatal, timbulnya urtikaria (bercak merah yang menonjol pada kulit)
- Fase ikterik (kuning pada kulit dan mukosa)
Di sini, suhu badan mulai menurun sejalan dengan penurunan denyut nadi, warna urin seperti air teh pekat, tinja memucat, mata kuning dan begitu pula dengan kulit serta lidah, gatal, sakit di perut atas, mual, muntah, nafsu makan menurun 7-10 hari
- Fase penyembuhan (sesudah kuning pada kulit dan mukosa menghilang)
Selama ini, sebagian masyarakat masih menganut persepsi bahwa hepatitis sama dengan penyakit kuning. Padahal, tidak selamanya penyakit kuning (ikterus/jaundice) disebabkan karena masalah pada hati. Keadaan seperti malaria, anemia hemolitik, anemia sel sabit, batu saluran empedu juga dapat memberi gambaran kuning pada kulit, mata, serta mukosa. Oleh karena itu, tanda serta gejala lain yang mendampingi juga perlu kita perhatikan untuk membuat kesimpulan mengenai sebuah penyakit.