Friday, April 27, 2012

Proses Digital Painting dengan Photoshop CS5

Digital painting merupakan salah satu teknik ilustrasi komputer yang cukup dikenal. Dengan menggunakan metode digital painting—misalkan membuat objek wajah manusia—biasanya hasil yang diperoleh akan nyaris menyerupai asli. Namun, tentu saja digital painting bukan sebuah teknik ilustrasi yang mudah dikerjakan, sebelum melalui proses belajar dan berlatih secara serius. Dan, bagaimana sebenarnya proses kerja dari digital painting?
Di sini, penulis akan memerlihatkan kepada Anda proses pembuatan sebuah ilustrasi digital painting yang dikerjakan dengan program Photoshop CS5, sedari awal hingga ilustrasi tersebut benar-benar jadi. Namun, tidak akan dijelaskan warna atau pun brush jenis apa saja yang digunakan, mengingat masing-masing brush memiliki fungsi yang beda, tergantung ilustrasi apa yang sedang dikerjakan. Total waktu pembuatan memerlukan lima hari, dengan rangkuman 23 layer pada file. Penulis mengerjakannya dengan mouse, namun sebenarnya akan lebih menghemat tenaga dan waktu, bila dikerjakan dengan mouse pen, draw pad, atau tablet.
Tahap 1: Background dan Sketsa
Penulis membuat sebuah background putih polos, serta sebuah sketsa (pada layer bening) yang diusahakan sebaik mungkin, menggunakan line tool. Layer sketsa ini nantinya akan selalu diletakkan pada bagian teratas, dengan fungsi sewaktu-waktu akan dihidupmatikan ketika dibutuhkan dalam proses pembuatan berbagai objek lainnya.
Tahap 2: Wajah
Membuat objek wajah. Tentunya pada layer yang berbeda lagi. Bagian hidung harus dikerjakan ekstra teliti. Masih terlihat berantakan—padahal telah dirapikan—namun tenang saja, setiap sudut yang berantakan nantinya akan tertutupi, begitu objek-objek lainnya berada di atasnya.
Tahap 3: Mata Kanan
Mata kanan terdiri dari dua layer, yakni bola mata putih di belakang, dan bola mata hitam di depan. Dibuat sebaik mungkin. Pada setiap objek yang dibuat, sesekali harus sambil dengan mematikan layer sketsa dan merapikan sudut-sudut yang berantakan.
Tahap 4: Mata Kiri
Tak jauh berbeda dari tahap 3, masih menggunakan dua layer. Penulis tidak terlalu mempermasalahkan kerapian bagian alis kiri ini, mengingat pada akhirnya alis tersebut akan ditutupi oleh rambut.
Tahap 5: Mulut
Mulut juga tak terlalu berbeda dari hidung, harus dikerjakan ekstra teliti.
Tahap 6: Tangan Kanan
Tiba pada hari ketiga proses pembuatan. Membuat objek tangan kanan dan juga beserta kuku. Bagian pergelangan tangan dibiarkan kosong, karena nantinya akan ditutupi oleh objek aksesori pada layer lain.
Tahap 7: Aksesori
Agar objek tangan kanan terlihat utuh, sebelum memulai membuat objek tangan kiri, dibuatkan terlebih dulu objek aksesori yang melingkari pergelangan tangan kanan. Mungkin Anda bertanya, menghilang ke mana sketsa pada screenshot berikut. Penjelasannya cukup sederhana, sketsa tersebut tidak menghilang, tetapi sengaja penulis matikan. Seperti yang dijelaskan pada tahap 1 dan 3, sesekali layer sketsa harus dimatikan, agar dapat merapikan objek-objek pada gambar.
Tahap 8: Tangan Kiri
Bila sebelumnya setiap objek baru yang dibuat diletakkan di depan objek-objek lama, pada objek tangan kiri ini harus diletakkan di bawah objek tangan kanan. Mengapa? Karena posisi tangan kanan menindih tangan kiri. Lalu, mengapa tidak membuat tangan kiri dulu baru tangan kanan? Karena tangan kanan lebih dekat dengan objek wajah (termasuk mata dan mulut) yang sudah jadi, maka lebih enak dipandang bila lebih dulu dibuat daripada tangan kiri. Penulis sengaja melampirkan dua screenshot pada tahap 8 ini. Screenshot pertama, menunjukkan keseluruhan dari objek-objek yang telah jadi. Screenshot kedua, menunjukkan ketika layer objek tangan kanan dimatikan. Dalam digital painting, sesekali memang perlu mematikan layer depan, agar dapat menyempurnakan layer belakang. Lihat, objek tangan kanan dapat dimatikan tanpa mempengaruhi keberadaan objek lainnya. Inilah salah satu kelebihan dari memfungsikan layer, kita dapat mengedit—bahkan membuang—satu layer yang (jika) bermasalah tanpa mempengaruhi yang lainnya.
Tahap 9: Buku Kuning
Pada tahap 9 ini tidak terlalu sulit, cukup membuat sebuah objek buku kuning di bagian bawah tangan (layer diletakkan di belakang). Namun, agar gambar terlihat nyata, sekalipun hanya berupa sebuah benda, kita harus tetap menempatkan bayangan secara tepat. Kita tidak menggunakan outline (garis bentuk) untuk mempertegas sebuah objek seperti ketika kita sedang membuat komik atau karikatur, tetapi kita memanfaatkan bayangan sebaik mungkin untuk mempertegas setiap objek.
Tahap 10: Buku-buku Lain
Menambahkan objek baru berupa buku-buku lain di bawah buku kuning. Bagian ini juga tidak terlalu sulit.
Tahap 11: Baju
Menambahkan objek baju biru pada bagian bahu dan ketiak tangan kiri, sesuai dengan sketsa (lihat sketsa pada screenshot tahap 1).
Tahap 12: Rambut
Pada hari kelima (hari terakhir), proses digital painting tiba pada puncak tersulit, yakni membuat objek rambut. Objek satu ini memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, di mana terdapat berbagai warna, bayangan, dan garis yang saling tumpang tindih. Penulis menggunakan sekitar enam layer untuk membuatnya. Masing-masing layer menampilkan warna, bayangan, dan garis yang berbeda. Perhatikan enam screenshot berikut:
Tahap 13: Finishing Touch
95% sudah jadi. Tinggal memberi sentuhan akhir berupa objek latar, dan sedikit tulisan. Karena ini sudah tahap akhir—agar menghemat layer dan juga menjaga berat file agar tidak ‘membengkak’—maka objek kali ini boleh langsung digambarkan pada layer background yang dibuat pada tahap 1. Gambar pun 100% jadi!
Demikianlah proses pembuatan ilustrasi digital painting yang dikerjakan dengan program Photoshop CS5. Mungkin kadang kita berpikir, komputer telah begitu canggih, segalanya bisa dikerjakan secara praktis dan instan. Namun, sesungguhnya tidak demikian, melukis dengan komputer juga tak kalah sulit dari melukis dengan kuas dan kanvas (setidaknya inilah yang penulis rasakan). Setiap bagian harus dikerjakan dengan teliti. Masing-masing ilustrator bisa saja menggunakan cara yang berbeda-beda. Dan inilah keunikan dari digital painting. Salam!
***

Lea Willsen
Ilustrator & penulis freelance
*Model dalam foto: Alan Dawa Dolma


Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 2:26 PM

Friday, April 20, 2012

Terbit Buku secara Indie Itu Aib?!

Terbit Buku secara Indie Itu Aib?!

Oleh: Lea Willsen

Benar saja, semenjak bermunculannya self publisher, kini siapa saja berkesempatan untuk menjadi penulis dan menerbitkan buku. Proses yang ditawarkan juga cukup mudah, karena si penulis tinggal mengeluarkan sejumlah uang, kemudian proses edit aksara, layout, desain, pemasaran, dan segalanya pun dikerjakan oleh si penerbit bersangkutan. Namun, sayangnya hal tersebut justru melahirkan pendapat dari sebagian kalangan, bahwa karya yang diterbitkan secara indie bukanlah karya yang berkualitas baik. Lantas, dapatkah kita membenarkan pendapat itu?

Betul sekali, beberapa self publisher memang bersedia menerbitkan buku tanpa pandang bulu; tak peduli berapa berkualitasnya tema yang diangkat, panjang pendek naskah, dan juga seberapa hancurnya style si penulis bersangkutan. Namun, di sini perlu kita tegaskan, meskipun sistem kerja self publisher adalah--katakanlah--ada uang ada barang, tetapi tidak semua karya yang diterbitkan secara indie lantas boleh begitu saja dianggap sebagai karya yang berkualitas buruk. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan sebuah karya menjadi diterbitkan secara indie. Bisa jadi, karena si empunya masih kurang memahami seluk-beluk dunia kepenulisan, karya tersebut telah pernah diterbitkan di media cetak dan sekadar dirangkum menjadi buku, atau sebagainya.

Ironisnya, karya yang diterbitkan secara indie ternyata bukan hanya diremehkan oleh kalangan tertentu, tetapi terkadang justru si empunya sendiri juga 'meremehkan' buah karyanya, kemudian terkesan bersikap menutup-nutupi label yang telah menerbitkannya menjadi sebuah buku. Berdasarkan apa yang penulis perhatikan, beberapa penulis teramat sangat sensitif dan malu--seakan sedang tertangkap basah tidak berbusana--dan selalu menghindari pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menunjuk langsung pada label self publisher bersangkutan.

Selain karena merasa malu, di sisi lain beberapa penulis bukan hanya sekadar 'menutup-nutupi' kebenaran, tetapi justru--secara langsung maupun tidak langsung--melancarkan 'jurus' tipu muslihat yang bertujuan menunjukkan seolah buku itu diterbitkan oleh penerbit besar seperti Gramedia--atau pun salah satu penerbit dari Kompas Gramedia lainnya--hanya karena buku indie tersebut juga dipajang di toko buku Gramedia.

Kembali pada pertanyaan yang menjadi judul artikel ini; terbit buku secara india itu aib?! Ada dua jawaban. Pertama; ketika seorang penulis tidak menganggapnya demikian, pada dasarnya menerbitkan buku secara indie itu memang bukan sebuah aib. Kedua; sebaliknya ketika seorang penulis berusaha menyembunyikan kenyataan, apalagi melancarkan tipu muslihat, maka segalanya akan benar-benar menjadi aib. Intinya, janganlah gara-gara begitu tergiurnya terhadap penerbit berlabel besar, seorang penulis 'membisukan' kejujurannya.

Buku yang dijual di toko buku Gramedia tidak selamanya diterbitkan oleh salah satu penerbit Kompas Gramedia. Banyak kalangan--apalagi sesama penulis--yang telah mengetahui hal itu. Jadi, daripada menyembunyikan kenyataan yang mudah terbongkar, lebih baik jujur saja katakan: Benar! Saya memutuskan menerbitkannya lewat self publisher sekian-sekian. Ayo beli buku saya!

Baik atau buruknya karya itu, biarlah pembaca yang menilai, bukan ditentukan dari label penerbit. Ayolah penulis, bagaimana bisa mengharapkan orang lain menghargai karya kita, sementara kita selaku empu meremehkannya? Biarlah karya itu tampil semaksimal mungkin apa adanya!

karen, 2012
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 4:04 AM

Sunday, April 8, 2012

Boy, Bakti yang Tertunda


Oleh: Liven R

TERIK matahari terasa menyengat kulit tatkala kami turun dari mobil yang diparkir di areal pekuburan yang luas ini. Sejauh mata memandang, terlihat hamparan gundukan tanah merah di sana-sini dengan batu nisan yang beraneka bentuk dan ukuran yang berbeda-beda pula.
“Ryan, cepat bantu Mama turunkan ini!”
Mama terlihat sibuk mengangsur peti-peti karton dari dalam mobil. Papa dan Reny menerimanya untuk kemudian dibawa ke makam kakek dan nenek yang berada tak jauh dari tempat mobil kami diparkir.
Selain peti-peti karton yang di dalamnya telah diisi pakaian, peralatan mandi, dan berbagai aksesoris dari kertas—yang konon akan berubah menjadi benda-benda yang bermanfaat untuk yang telah meninggal di alam baka sana, tentunya masih ada belasan kantong plastik besar yang berisi uang-uangan yang akan kami bakar untuk almarhum kakek dan nenek nantinya.
Bertahun-tahun, dua bulan menjelang Hari Qing Ming—Cheng Beng, biasanya Mama dan Reny akan terlihat sibuk melipat semua kertas-kertas sembahyang ini. Terkadang, aku juga ikut melipat meski aku tak begitu mafhum dan percaya bagaimana proses kertas-kertas ini nantinya akan berubah menjadi uang di alam baka sana.
Sesampai di makam kakek dan nenek, aku dan Papa segera membersihkan rumput-rumput liar yang tumbuh di sekitar makam. Setelah itu, kue-kue ditata di hadapan makam dan Papa pun menyalakan dua belas batang dupa untuk kami masing-masing tiga batang.
“Ayo, berlutut dan memohon! Minta kakek dan nenek melindungi kita sekeluarga supaya sehat selalu, panjang umur, murah rejeki, bisnis lancar…,” ucap Papa.
Kami menurut.
Sesaat berselang, Mama pun menyalakan korek api dan mulai membakar satu persatu kertas sembahyang yang kami bawa.
“Ah, ada yang lupa! Mana sepeda dan mobil sedan kertas yang hendak Papa bakar untuk kakek?” Reny mendadak bersuara.
“Ya…, ya, benar! Hampir saja lupa. Cepat ambil di belakang mobil, Ryan!” perintah Papa lagi.
Aku bergegas.
Api mulai membesar ketika sebuah sepeda dan mobil sedan kertas diletakkan di atas bara api. Gumpalan-gumpalan asap semakin pekat tatkala belasan peti karton mulai dilahap api. Asap hitam membubung tinggi ke angkasa dan membawa pikiranku kembali ke kejadian di masa itu.
Sepuluh tahun silam.
“Boy, Papamu sudah tua. Kalau kamu sanggup, belikanlah sebuah motor untuk Papamu, agar dia tak perlu mengayuh sepeda begitu jauh untuk ke rumahmu jika hendak melihat cucu-cucunya ini,” ucap nenek sambil mengelus kepalaku yang tengah duduk di pangkuannya.
Papa diam seolah tak mendengar ucapan nenek.
“Boy….” Nenek kembali memanggil Papa dengan nama kecilnya. Ya, Papa adalah putra satu-satunya yang lahir dari rahim nenek setelah pernikahan kakek dan nenek menjelang sekian tahun lamanya belum juga dikaruniai anak.
Karena rasa gembira dan sayang yang teramat terhadap Papa, kakek, nenek, dan buyut pun memanggil Papa dengan sebutan ‘Boy’ selain nama asli Papa, begitu yang diceritakan oleh nenek kepadaku kala itu.
“Ma, aku bukan tak sanggup membelikan Papa sebuah sepeda motor, akan tetapi, untuk apa? Kalau Papa ingin melihat anak-anak, usah ke rumahku, tunggu saja aku datang…,” ucap Papa.
“Tapi, Boy, berapa lama sekali kamu baru sempat datang kemari? Selalu saja katamu sibuk. Padahal, Papamu juga sangat ingin mengobrol banyak denganmu…,” imbuh nenek lagi.
“Aku memang sibuk.” Papa menghela nafas, “…aku tahu, dulu Papa menjual motornya demi mendaftarkanku kuliah. Akan kuganti semua itu nanti kalau bisnis baruku bisa berjalan lancar. Uang yang ada saat ini, akan kugunakan sebagai modal untuk memperbesar bisnisku dulu, Ma.”
“Aku hanya tak tega melihat Papamu mengayuh sepeda ke mana-mana…,” ucap nenek pelan.
“Kalau bisnis baruku ini lancar, aku akan membeli rumah yang lebih besar. Sampai saat itu, Papa dan Mama tinggal saja bersamaku, dengan begitu Papa bisa melihat anak-anak setiap saat….”
Berbulan-bulan berlalu. Aku selalu gembira setiap kali pulang sekolah dan melihat sepeda kakek terparkir di depan rumah kami. Itu artinya akan ada sekantong permen untuk aku dan Reny. Terkadang, kakek juga menjemputku dari sekolah dan memboncengku pulang sambil menceritakan kebanggaannya terhadap Papa, putra satu-satunya.
Kala itu, bisnis Papa memang sedang di masa jayanya. Terbukti, apa yang kuinginkan selalu ada. Tak peduli berapa juta harga sebuah mobil-mobilan, Papa pasti akan membayarnya asal kukatakan aku menyukainya. Namun, karena bisnisnya juga, Papa menjadi teramat sibuk dan jarang mempunyai waktu untuk berkumpul bersama kami lagi, terlebih untuk mengunjungi kakek dan nenek.
Hingga suatu hari, sepulang sekolah Mama mengabariku bahwa kakek mengalami kecelakaan lalu lintas. Sepeda kakek ditabrak metromini dalam perjalanannya menuju ke rumah kami.
Aku amat sedih. Kakek mengalami kritis selama seminggu di rumah sakit sebelum kemudian menghembuskan nafas terakhirnya. Nenek yang selalu berteman kakek pun mengalami shock sepeninggalan kakek dan menjadi sakit-sakitan.
Hanya berselang setahun kepergian kakek, nenek pun meninggalkan kami untuk selamanya.
Suara batuk Mama menyadarkanku dari lamunanku.
“Ma, mari gantian….” Aku mengambil alih tumpukan kertas sembahyang dari tangan Mama. “Duduk saja di sana, Ma. Asap di sini tak baik untuk pernafasan,” ujarku lagi.
Papa tersenyum memandangku.
“Pa, lihat asap tebal ini…. Bukankah ini salah satu pemicu pemanasan global? Bolehkah tahun depan kita tak lagi membakar kertas sembahyang?”
“Hus! Jangan bicara sembarangan, Ryan! Pantang bicara begitu….” Mama mendelik.
“Iya. Tak boleh bicara begitu! Itu namanya tak berbakti kepada nenek moyang!” Papa menimpali.
“Ah, inikah yang dimaksud berbakti? Bukankah bakti yang sesungguhnya lebih bernilai ketika orangtua masih hidup?” ujarku, dalam hati.
***
Medan, medio Maret 2012
(Harian Analisa, Cerpen dan Puisi--4/4 '2012)
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 2:22 PM

Tuesday, April 3, 2012

Anda Sering Download Video?! Anda butuh Webm Converter!

Masih ingatkah Anda dengan file vp6 flash?! Bila Anda adalah seorang yang gemar mencari video di internet daripada beli VCD, tentu masih ingat dengan vp6 flash. Vp6 flash adalah sebuah format video yang beberapa tahun lalu diberlakukan sebagai file format baru di situs penyedia video terkemuka, Youtube. Kala itu, kehadiran vp6 flash cukup merepotkan, karena sudah dua kali lipat lebih berat, ternyata file tersebut cenderung tidak bisa diputar di berbagai program dan juga tidak bisa di-convert. Namun, seiring waktu, kini telah bermunculan juga beragam pilihan converter yang mampu 'menaklukkan' vp6 flash. Selain itu, versi terbaru dari berbagai player juga telah mampu memutar vp6 flash, sekalipun tidak di-convert.

Nah, setelah vp6 flash teratasi, ternyata Youtube kini kembali memberlakukan format file baru lain lagi. Format file tersebut ialah vp8, atau yang lebih dikenal sebagai "webm". Webm bahkan juga lebih berat lagi daripada vp6 flash. Meskipun pada dasarnya untuk memutar webm tidak akan menemukan masalah besar, karena file tersebut masih dapat diputar dengan browser. Namun, tentu saja rasanya lebih tidak nyaman, karena bagaimana pun juga memutar video dengan browser tidak akan memiliki beragam setting lengkap untuk mengoptimalkan kualitas tampilan video serta audio. Dan lagi, webm masih belum dapat di-convert dengan sembarangan converter, yang berarti sulit bagi kita untuk mengubah video tersebut menjadi MP4, 3GP, ataupun MP3 agar dapat dipindahkan ke ponsel serta gadget lainnya.

Beberapa situs menawarkan fitur convert secara online, namun kebanyakan malah amat merepotkan, serta memboros kuota internet. Selain itu, kualitas video yang dihasilkan juga pas-pasan. Oleh karena itu, di sini kita akan coba meng-convert webm dengan Miro Video Converter (MVC). Meskipun tampilan MVC sangat sederhana, namun berbicara soal kualitas, Anda tak perlu meragukannya.

Anda tinggal menyeret (drag & drop) file ke dalam layar MVC, kemudian klik convert, dan menunggu hingga selesai. Anda sebaiknya sabar menunggu, karena satu kekurangan dari MVC ialah tak mampu meng-convert secara cepat. Berdasarkan uji coba pada komputer WinXP, Core2duo, video durasi 10 menit dengan berat 62MB, proses convert membutuhkan kurang lebih 30 menit (6x lebih lama dari program converter biasa).

Untuk sekarang ini kebanyakan video di Youtube memang masih berupa vp6 flash, namun tak ada salahnya Anda mempersiapkan MVC, karena sewaktu-waktu mungkin saja video yang Anda download ternyata berupa vp8. MVC adalah program gratis. Selain digunakan untuk meng-convert webm, Anda juga dapat menggunakannya untuk meng-convert berbagai jenis file video lainnya. Satu hal yang perlu diingat, sebelum Anda meng-convert sebuah file video, pastikan nama file itu tidak mengandung aksara Mandarin, Jepang, dan lainnya. MVC hanya menyerap file-file dengan nama aksara 'abc' standar. Silakan download di: http://www.mirovideoconverter.com. Pilih sesuai OS komputer/laptop Anda.

Salam,
Admin


NB: vp8 telah hadir sejak 2010, namun baru mulai banyak ditemukan belakangan ini.








Keyword: vp8 converter, webm converter, webm to mp4, webm to 3gp, webm to mp3, cara mengubah vp8, cara mengubah webm, cara memutar webm, cara memutar vp8, video converter, mengubah format video...
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 10:59 PM

Entri Populer