Tak pernah ada insan yang menjadi sukses dengan cara meminta-minta. Insan yang memutuskan untuk menjadi peminta-minta adalah insan yang membuang harapan untuk sukses.
-Lea Willsen-
based on my true story
Kisah ini adalah kisah silam yang tak akan terusangkan masa. Meski bumi berputar terus, cerita ini akan tetap pada porosnya guna menyajikan senyuman geli setiap kali terkenang. Layaknya mentari yang tidak lelah bersinar, seperti itu pulalah gumpalan rasa lucu dan haru yang menyelimuti babak kecil episode kehidupan ini.
Rabu, 15 Agustus 2007
Andai aku Nobita, pasti kupaksa Doraemon mengeluarkan mesin waktu agar bisa melompati apa yang harus kuhadapi hari ini dan empat hari berikutnya. Ah, mendengar kata Ospek saja sudah membuatku bergidik apalagi harus menantangnya!
Hari ini adalah technical meeting kegiatan Ospek di kampusku. Sebelum pukul 09.00 aku sudah tiba di kampus dan berjajar di depan ruangan yang akan dipakai untuk pengarahan. Aku tidak sendiri, beberapa teman satu stambuk juga ada di sana, sekalipun aku hanya mengenal beberapa dari mereka. Kurasa mereka juga tengah berdebar—kalau kata Ahmad Dhani, berdetak seperti genderang mau perang.
Setelah menyelesaikan registrasi dan segala pernak-pernik, kami dibariskan di depan kantor Pemerintahan Mahasiswa. Di sanalah para senior mengepakkan sayap, sekalipun Ospek belum dibuka secara resmi. Hal yang bisa kulakukan hanya menunduk dan menuruti apa yang mereka pinta agar terhindar dari masalah.
Sebenarnya aku bersyukur karena tidak dijahili. Tidak sedikit teman seperjuanganku yang harus menguyah pahit buah kesabaran karena dibentak atau diperintah untuk melakukan hal-hal aneh, mulai dari mengipasi senior sampai pura-pura menjadi kameramen yang tengah meliput kami.
Aku hanya dihardik oleh seorang senior wanita karena masalah busana. Disebutkannya bahwa pakaianku tidak sopan dan bukan kemeja seperti yang sebelumnya telah diultimatumkan. Aku diam saja dan menerima amarahnya. Sebenarnya kurasa pakaianku sudah cukup sopan, berupa blus panjang yang dipadukan dengan cardigan yang kerahnya seperti jas. Beberapa saat kemudian aku juga dihampiri seorang senior laki-laki dan disuruh untuk mencari segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit diabetes. Katanya besok ia akan datang untuk menagih peer-ku.
Saat matahari mulai berada di atas kepala, barulah kami diberi tahu harus membawa apa esok hari. Jujur saja aku tercengang dengan apa yang senior beritakan. Kami harus mengenakan kemeja putih lengan panjang, celana panjang hitam, ikat kepala merah putih, rambut disanggul seperti Kartini dan sepatu hitam yang tidak boleh baru dibeli. Tentu saja itu bukan masalah. Problema timbul karena kami wajib membuat dan memakai topi dari bola plastik serta karton yang ukurannya telah ditentukan. Lalu membawa tas yang terbuat dari goni, memasang karton di dada yang ditulisi nama serta asal sekolah, menggunakan petai sebagai dasi, mengenakan ikat pinggang berbahan tali plastik yang disertai empat kaleng minuman ringan—sialnya masing-masing kaleng harus diisi tiga buah kerikil sehingga terdengar bunyi gemercik. Belum cukup sampai di sana, kami pun harus mengenakan kaus kaki sebatas lutut dan celana panjang wajib dimasukkan ke dalam kaus kaki. Ditambah lagi, kaus kaki yang dimaksud bukanlah sepasang, melainkan kaus kaki merah di kaki kanan dan kaus kaki putih di kaki kiri.
Oh! Membayangkan saja sudah membuat hati kecilku terpingkal. Bisa-bisa aku disoraki orang sekampung karena disangka dakocan nyasar. Beberapa persyaratan aneh lain yang diajukan senior yaitu berat badan kami harus genap saat datang, wajib memanggil senior dengan sebutan dewa atau dewi, tidak boleh membawa ponsel atau dompet, mobil tidak boleh masuk sampai pelataran parkir kampus, hanya diizinkan membawa uang Rp 10.000,00 yaitu 1 lembar Rp 5.000,00 dan 5 lembar pecahan seribu.
Sepulang dari kampus aku singgah di sebuah pusat perbelanjaan untuk mencari keperluan Ospek. Aku tidak menemukan apa pun di sana selain empat kaleng minuman ringan. Aku sempat melihat petai tetapi petai yang telah dikupas. Alhasil, aku justru membeli es krim.
Sesampai di rumah aku justru menikmati es krim blueberry yang baru kubeli dan seakan melupakan derita Ospek yang harus kuhadapi. Selesai mencari tentang diabetes di internet, barulah aku sibuk meminta keluargaku membantu mempersiapkan apa-apa saja yang harus dibawa esok hari. Bahkan, untuk mengerjakan topi seperti yang diperintahkan saja aku harus ditolong oleh paman yang sengaja kutelepon agar datang.
Setelah merepotkan semua orang, akhirnya aku bisa tidur dengan sedikit lebih tenang.
Kamis, 16 Agustus 2007
Kami diwajibkan tiba pada pukul 06.00. Pukul 04.00 aku sudah dibangunkan oleh nenek dan segera bergegas mempersiapkan segala pernak-pernik Ospek. Sekitar pukul 04.45 aku berangkat dengan diantar oleh sopir. Di tengah jalan kami dirazia oleh polisi yang kala itu sedang menginspeksi mobil pengangkut barang dan bus-bus malam. Perasaanku tidak enak karena sang polisi mencuri pandang ke arahku sembari menahan tawa saat memeriksa STNK. Aku merasa tidak beda layaknya alien.
Mobil yang kutumpangi berhenti di gerbang depan kampus sekitar pukul 05.30. Kelam malam belum luntur dimakan fajar. Beberapa mahasiswa baru yang dibekali ornamen Ospek sudah tampak meramaikan halaman depan kampus. Melihat mereka, adrenalinku meningkat seketika. Bagaimana tidak, mereka menyadarkanku bahwa aku melupakan sesuatu. Aku lupa memakai ikat kepala merah putih. Aku pun kebingungan sebab pasti tidak akan ada toko yang buka pagi buta begini. Jujur aku tidak sanggup membayangkan hukuman yang harus kujalani karenanya.
Berhubung menjelang hari kemerdekaan, setiap mobil dipasang bendera merah putih. Oleh karena itu, sopir yang kusapa Om menyarankanku untuk memotong dan menyambung bendera tadi hingga menjadi pita merah putih. Akhirnya tuntas satu masalah.
Aku bersyukur karena tidak terlambat. Pasalnya teman-temanku yang telat—sebenarnya sebagian dari mereka tidak telat tetapi kekuasaan senior membuat mereka menjadi telat—dihukum ala militer dengan berlari sampai berjalan jongkok mengitari lapangan. Namun, penderitaan juga tidak lepas dari kami yang datang tepat waktu. Beberapa temanku dihukum karena atribut yang dikenakan tidak lengkap.
Sialnya aku juga turut dihukum. Bukan karena atribut yang tidak lengkap, melainan karena atribut yang terlalu lengkap. Mungkin bermula karena kebodohanku juga. Kemarin senior menginstruksikan agar kami memakai dasi petai minimal enam papan (maksudnya satu petai yang minimal terdiri dari enam buah). Kukira enam papan itu artinya enam batang petai. Tidak heran jika para senior mengataiku hendak berjualan petai.
Hukuman yang harus dijalani sungguh tidak mengenakkan, yaitu mengunyah petai lalu ampasnya digosok-gosokkan di kedua telapak tangan dan dicium. Untung saja aku tidak memuntahkan isi perut karena hal tersebut.
Detik-detik berikut berlangsung dengan sangat lambat. Kami mengikuti serangkaian acara pembukaan Ospek bersama dekan fakultas sampai rektor universitas. Di sela-sela jeda kami pun diajari berbagai gerakan aneh, mulai dari salam dewa-dewi (dilakukan dengan mengacungkan tangan kanan lalu digerak-gerakkan sehingga mirip ular sambil mengeluarkan bunyi desis. Saat senior menyerukan ’bom’ maka kami harus menempelkan dahi serta bibir ke tanah dan berteriak ’mati aku’) sampai gerakan jongkok, telengkup, telentang, duduk yang semuanya disandikan dengan istilah matematika (misalnya nol, akar dua, tiga, lima, dan sebagainya). Masing-masing dari kami diberi nama cantik dan selama Ospek kami tidak boleh menyahut jika dipanggil dengan nama asli kami. Nama cantikku Melena. Kukira itu nama yang indah sampai seorang senior memberi tahu apa makna melena yang sebenarnya. Ternyata melena berarti buang air besar berdarah.
Pastinya Ospek benar-benar membuatku menderita. Tidak ada keleluasaan, bahkan di saat makan siang sekalipun. Klimaks penderitaanku hari ini terjadi saat kami diperciki air yang bau setengah mati. Aku tidak tahu lagi apa komposisi di dalamnya karena lebih parah daripada bau toilet umum. Aku benar-benar akan muntah jika salah seorang senior pria berinisial D tidak mencarikan balsem untukku.
Pukul 18.00 kami diizinkan pulang setelah diberi rincian harus menyediakan apa untuk penderitaan esok hari. Berikut adalah rincian properti yang wajib disediakan: cairan isotonis tubuh 500 ml (minuman pengganti ion tubuh), bantal berpasir (roti tawar dengan gula pasir), urine pasien hematuria (sirup kuning), keringat bumi matang (air matang), serta beberapa bahan yang tidak begitu penting.
Begitu sampai di pintu depan, hujan turun dengan deras. Aku tidak bisa keluar, sementara untuk menghubungi sopirku pun tidak mungkin karena ketiadaan ponsel. Aku tidak tahu harus bagaimana mengingat mobilku tidak diperkenankan parkir di dalam lingkungan kampus. Untunglah Om tanggap dengan situasi dan segera masuk guna menjemputku.
Aku memang bodoh. Kukira cairan isotonis itu adalah cairan infus. Lalu aku pun singgah di apotek untuk membeli cairan infus. Lalu bantal berpasir itu kusangka adalah bantal yang benar-benar diisi pasir. Seisi rumah seperti jungkir balik karena Ospek ini. Mama sibuk mencari pasir ke keluarga yang sedang membangun rumah. Setelah pasir didapat, muncul lagi persoalan baru, yaitu pasir tersebut basah akibat hujan. Entah siapa yang mengusulkan agar pasir itu dimasak di atas api, yang jelas detik berikutnya pasir sudah berada di atas kompor dan ditumis tanpa minyak atau penyedap.
Perasaanku tidak enak, lalu kuhubungi saja senior berinisial D tadi. Dari dialah semua kekacauan berhenti.
Jumat, 17 Agustus 2007
Hari ini aku bangun pukul 03.30. Dengan dibantu adik sepupu, rambutku pun dikuncir hingga berjumlah tujuh belas lalu diikat dengan pita merah putih. Atribut yang harus dipakai sama seperti kemarin, hanya saja hari ini aku juga harus memakai rok hitam di luar celana. Sebagai catatan, aku pun harus mengenakan baju bau kemarin karena kata senior haram hukumnya jika diganti. Pukul 04.55 aku berangkat dari rumah. Hari kemerdekaan membuat jalan begitu lengang, setengah jam saja aku sudah sampai di kampus.
Belum banyak mahasiswa baru yang tiba. Aku dan dua atau tiga orang lainnya duduk di bangku dekat gerbang depan.
“Eh, yang urine pasien hematuria itu kamu bawa apa?” seorang mahasiswi bertanya padaku.
“Kamu?” aku balik bertanya.
“Sirup merah. Kami semua bawa sirup merah.”
Mukaku memucat karena aku membawa sirup kuning seperti yang disarankan D.
“Kamu bawa apa?” dia bertanya sekali lagi sehingga membuatku ragu.
“Darah binatang,” jawabku asal-asalan lalu segera permisi dan beranjak.
Aku mencari Om dan minta diantar untuk membeli sirup merah. Di sekitar kampus ada sebuah warung yang sudah buka tetapi ia hanya menjual sebotol besar sirup merah. Akhirnya sirup itulah yang kubeli lalu kubuat sendiri dan dikemas dalam plastik.
Sesampai di kampus aku hampir telat. Setelah menjalani serangkaian siksaan, kami pun diinspeksi kelengkapan. Betapa kesal hatiku saat mengetahui bahwa urine pasien hematuria yang dimaksud adalah sirup kuning dan bukan sirup merah. Untunglah ada senior wanita yang berbaik hati dan membantuku menyembunyikan sirup merah pembawa bencana tersebut.
Tidak lama berselang datang beberapa senior wanita yang mengomeliku.
“Jangan sok cantik, Dik! Lihat rok kamu ini, mau saya koyakkan?” bentaknya sambil menarik-narik rokku. Menurutnya rok yang kukenakan lebih cocok dipakai ke pesta daripada ke kampus.
Salah sendiri, wong kemarin bilangnya cuma rok hitam, tidak ada penjelasan lebih rinci. Sekarang yang kupakai ini juga rok hitam, atas dasar apa kau marah? Aku hanya bisa mengumpat dalam hati.
Saat mereka mendorong tubuhku pun, aku hanya diam dan menunduk. Padahal aku tahu kalau mereka sudah sedikit menyimpang dari peraturan yang menyebutkan bahwa tidak boleh ada kekerasan fisik. Bahkan, saat aku disiram dengan air sirup, aku tetap tersenyum (meski akhirnya senyumku semakin membuat mereka menjadi-jadi).
“Dik, bangun jam berapa? Rambutnya kayak mau manggung aja. Kalau hanya mau cari pacar, kuliah aja di X—salah satu kampus swasta. Di sana baru banyak cowok cakep.”
Pernyataan itu kembali membuatku hampir mati tersedak karena menelan biji buah kesabaran. Jelas-jelas kemarin kami diinstruksikan untuk mengikat rambut menjadi tujuh belas dan tidak boleh ada yang tergerai. Lalu, salahkah aku jika menguncir rambutku hingga mirip siput? Memang dasar sirik sama aku! Rambutku sepinggang, kalau tidak dikuncir begitu bisa-bisa habis karena dibinasakan kalian.
Mengingat hari kemerdekaan, kami pun dipulangkan lebih cepat, yaitu sekitar pukul 15.00. Acara hari ini tidak terlalu menyakitkan, hanya mendengar ceramah tentang demam berdarah dari Dinas Kesehatan. Namun, bagi beberapa temanku hari ini melelahkan. Di antara mereka ada yang dipaksa memanjat pohon dan berkotek layaknya ayam, ada yang harus mengartikan Pancasila dalam bahasa daerah, ada pula yang diperintahkan menjadi bendera dan tiangnya. Bahkan, salah seorang temanku dari negeri jiran harus rela bulu dadanya dicukur. Aku hanya manusia biasa yang dibekali rasa. Melihat kelucuan ini, kadang aku juga ingin tertawa.
Saat masuk ke mobil, aku kembali disuguhi kekesalan lain akibat sirup merah tadi. Sirup tersebut tumpah dan membuat lengket seisi mobil. Ah, aku tidak tahu lagi harus berkata apa!
Untuk perlengkapan besok, kami diwajibkan membawa tumor kuning (jeruk kuning), cacing jantan yang diikat benang putih dan cacing betina yang diikat benang merah (untuk yang ini aku tidak mengerti karena jelas-jelas cacing adalah hermaprodit alias berkelamin ganda), sepasang kodok yang saling mencintai, tepung, pewarna, serta beberapa bahan lain.
Sialnya lagi, aku disuruh oleh seorang senior wanita untuk menulis surat cinta pada D lengkap dengan cap bibir dan foto. Bukan itu saja, kami juga diharuskan mendengar siaran salah satu radio swasta pada pukul 23.00 untuk mengetahui peralatan tambahan apa yang harus kami bawa besok.
Aku memang berniat untuk mendengar siaran radio yang dimaksud tetapi aku sudah tertidur sebelum jarum jam berdentang delapan kali, tepat setelah menyelesaikan segala perkara untuk Ospek besok. Ini semua akibat keterbatasan stamina.
Sabtu, 18 Agustus 2008
Aku terbangun pukul 03.30 dan mengira masih bisa mendengar siaran radio. Begitu sadar bahwa hari telah berganti, aku pun panik. Untunglah seorang teman berinisial H mendengar siaran tersebut. Katanya aku diwajibkan membawa sepasang lalat yang sedang kawin lari, menulis surat cinta untuk senior, serta beberapa poin lain yang tidak usah terlalu kurisaukan.
Mencari lalat di pagi buta jelas membuatku linglung. Pertanyaannya, bagaimana mungkin? Untunglah mamaku cerdik dan bisa menemukan dua ekor lalat. Aku tidak peduli lagi apakah mereka jantan, betina, sedang kawin lari atau tidak, yang penting ada. Aku pun belum sempat menanyakan mama bagaimana cara beliau mendapatkannya. Begitu rambutku selesai dikuncir delapan belas oleh adik sepupu, aku pun segera sarapan dan bergegas.
Sesampai di kampus, cacing dan lalatku mati karena tertimpa. Syukurlah senior tidak membuat perhitungan padaku! Mengenai kodok, kami diharuskan mencium kodok tersebut. Tanpa canggung kucium saja. Berkat keluwesanku mencium sang kodok, salah seorang senior sering memanggilku untuk memberi contoh pada teman-teman lain mengenai cara mencium kodok yang baik dan benar.
Kodok yang dicarikan guru bahasa Indonesiaku semasa SMA memang kecil—memang disengaja karena aku agak geli dengan kodok yang besar. Namun, sepertinya maksud tersebut dapat dibaca seniorku. Ia sengaja menyuruhku bertukar kodok dengan teman di belakang. Meski kodoknya bau dan besar, kucium saja untuk menghindari masalah.
“Kodok ini namanya siapa, Dik?”
“Frogy,” jawabku asal.
“Satunya lagi?”
“Kerokeropi.”
“Bukan. Coba kau taruh mulutnya di dekat telinga biar bisa tahu siapa namanya!”
Ini adalah prolog dari kesialan baru yang harus kuhadapi.
Beberapa saat kemudian wajahku dilumuri dengan tepung yang dicampur berbagai pewarna. Lalu dicoret dengan spidol dan dipakaikan lipstik pada tempat-tempat yang tidak semestinya. Dalam keadaan itulah aku dipotret dan foto tersebut akan dipasang pada ijazah Ospek.
Sehabis makan siang, kami ditelentangkan di tengah lapangan dalam keadaan mata yang terpejam. Beberapa kali para senior datang bergantian untuk meletakkan cacing di wajahku. Aku diam saja dan tidak menunjukkan perubahan mimik karena aku tahu dengan begitulah mereka akan bosan menjahiliku.
Lalu mereka menyuruhku membuka mulut dan mengunyah cacing yang mereka masukkan ke mulutku. Kukunyah saja dengan santai, bahkan kutelan dengan nikmat, wong hanya mi kuning. Namun, ada juga yang sempat histeris.
Minggu, 19 Agustus 2007
Tinggal satu hari lagi maka penderitaanku akan segera berakhir. Hari ini seperti biasa tetapi tanpa ikat pinggang kaleng. Aku membawa kepala rambut spiky yang lebih besar dari kepala senior S (durian) dan bahan standar lain. Pada D aku sempat bertanya apakah durian tersebut harus dimakan karena mencium baunya saja bisa mengocok isi perutku. Ia hanya memberi saran agar aku membawa balsem lalu dititip padanya.
Mengingat ini adalah hari terakhir, maka orang tua kami pun turut diundang di malam inagurasi. Pengisi acara adalah mahasiswa baru. Jadi, Ospek hari ini bermetamorfosis menjadi ajang latihan. Semua sibuk mempersiapkan hiburan yang akan ditampilkan. Begitu pula dengan aku yang ditunjuk untuk menyanyikan lagu Padamu Negri dan salah satu lagu milik SO7. Di saat teman-teman lain menavigasi kampus dan mengadakan penghijauan di jalan sekitar kampus, di saat itulah aku latihan.
Selain menyanyi, aku pun dituntut untuk menampilkan tarian yang mirip Tari Marhaban. Namun, di saat teman-teman lain sibuk latihan menari, aku justru diajak D untuk bercengkerama di pendopo. Ah, aku tidak ingin berkomentar untuk yang satu ini!
Semua berlangsung dengan baik sesuai rencana. Aku pulang pukul 21.00 setelah puas menari dan bernyanyi bersama, sekalipun acara belum selesai. Masalahnya, besok aku harus memulai kuliah perdana. Epilog ini cukup indah untuk menutup derita Ospek yang hampir mengguncang dunia.
Bagiku Ospek menyenangkan karena bisa melatih mental. Syukurlah aku belum pernah meneteskan air mata selama Ospek! Kupastikan pengalaman Ospek ini akan menjadi kenangan yang terindah.
Oh ya, acara di malam penutupan yang menurutku paling menarik adalah acara balet yang ditarikan oleh tiga orang pria dengan mengenakan singlet, salah satu penarinya adalah teman baikku, B. It’s cool and unique! Kuharap aku masih bisa melihat B menari balet di kemudian hari atau mendengarnya mengartikan Pancasila dalam bahasa Mandarin. Agustus 2008
Tidak selamanya sehat itu mahal dan tidak selamanya pula yang mahal itu sehat. Sesungguhnya kiat untuk menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan cukup minimalis, sudah sering dipersuasikan, bahkan mungkin telah terhafal oleh Anda. Permasalahannya, tidak banyak yang mau menjalankan kiat-kiat tersebut karena alasan yang tak akan habis diperbincangkan. Sebagian melakukan cara hidup sehat setelah diserang penyakit, padahal semua dari kita tahu bahwa mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.
Sehat yang Tidak Mahal
Menjadi sehat tidaklah selalu harus diiringi dengan anggaran yang tinggi. Prinsipnya hanya menumbuhkan kesadaran serta kemauan untuk memulai gaya hidup sehat—yang seyogianya sederhana. Lingkungan yang sehat dan bersih adalah modal dasar dan selanjutnya semua berpulang kembali kepada diri kita masing-masing: mau atau tidak?
Terapkan Keteraturan
Tubuh kita memiliki jam biologis sendiri yang telah terprogram sedemikian rupa guna menjalankan fungsi dan tugasnya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya aktivitas kita disesuaikan dengan jam biologis tersebut. Contoh sederhananya dengan tidur pada malam hari serta bangun pada pagi hari dan bukan sebaliknya. Mengapa harus tidur pada malam hari? Jawabannya karena tidur menyokong dan mengoptimalkan beberapa proses tubuh yang puncaknya berlangsung pada malam hari, seperti penetralisiran racun, pertumbuhan pada anak-anak, serta metabolisme basal tubuh. Jangan heran jika ada pendapat yang mengaitkan kekacauan pola tidur dengan penyakit hati (berhubungan dengan masalah penetralisiran racun)! Jangan heran pula jika ada anak yang mengalami gangguan pertumbuhan akibat tidur terlalu larut atau kurang tidur (sebab hormon pertumbuhan dikeluarkan dalam jumlah yang maksimal pada saat tidur malam)!
Di samping tidur, makan juga harus teratur. Usahakan untuk tidak melewatkan salah satu jam makan, apakah itu sarapan, makan siang, atau makan malam! Semua yang kita lakukan, mulai dari bekerja, membaca tulisan ini, sampai tidur memerlukan energi yang diperoleh dari makanan. Jika kita melewatkan salah satu jam makan maka tubuh akan membongkar persedian glikogen atau lemak untuk mendapat energi. Pembongkaran lemak yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang tidak mengenakkan akibat sifat asam dari produk sisa pembongkaran lemak tersebut. Di samping itu, kesehatan lambung dan organ pencernaan lain juga terancam.
Dari semua jam makan, sarapan adalah yang terpenting dan paling pantang dilewatkan, setidaknya untuk beberapa alasan. Pertama, sarapan menyediakan energi awal untuk memulai aktivitas sehingga kita bisa lebih fokus dan berkonsentrasi. Kedua, dibanding dengan rentang waktu antara sarapan-makan siang serta makan siang-makan malam, interval antara makan malam-sarapan adalah yang terpanjang. Artinya, kemungkinan tubuh telah membongkar cadangan makanan untuk mengatasi penurunan kadar gula darah. Oleh karena itulah harus segera dilakukan kompensasi dengan sarapan supaya kadar gula dalam darah bisa terstabilkan lagi. Sebagai catatan, sarapan tidak harus berupa seporsi makanan lengkap, bisa saja setengah dari porsi makan siang atau sepotong roti dan susu, yang terpenting adalah perut terganjal dan keanjlokan kadar gula darah bisa teratasi.
Perbanyak Sayur dan Buah
Sayur dan buah mengandung vitamin, mineral, air, serta serta. Semuanya adalah unsur-unsur nonkalori yang diperlukan untuk kelancaran proses yang berlangsung di dalam tubuh. Bagi Anda yang hobi ngemil, rasanya bukan ide yang buruk untuk mulai mengganti kudapan seperti kacang atau keripik dengan sayur serta buah. Piramida gizi seimbang menyarankan kita untuk mengkonsumsi sekitar 3-5 porsi sayur dan 2-4 porsi buah setiap harinya.
Perbanyak Air Putih
Mungkin Anda masih ingat dengan iklan yang menyarankan kita untuk meminum delapan gelas air putih setiap hari. Untuk segmen yang satu itu, iklan tersebut tidaklah berdusta. Sebagian komposisi tubuh manusia adalah air. Air diperlukan untuk melarutkan berbagai macam zat, termasuk zat racun, mendukung berbagai reaksi biokimia, melancarkan fungsi berbagai sistem khususnya pencernaan, serta menjaga tubuh supaya tetap bugar dan segar.
Perbanyak Olahraga
Sebenarnya tidak perlu muncul dalih yang menyatakan bahwa seseorang tidak sempat berolahraga karena keterbatasan waktu. Kita hanya perlu bangun satu atau setengah jam lebih cepat dari biasa untuk bisa berolahraga. Setidaknya sekitar lima belas menit setiap hari untuk Anda yang memang penuh dengan rutinitas. Push up, lari, jalan santai, atau sekadar lompat tali pun sudah cukup, yang penting bergerak dan berkeringat.
Kurang olahraga adalah salah satu faktor risiko kegemukan. Kegemukan sendiri merupakan pembunuh nomor dua di dunia yang sebenarnya bisa dicegah. Pasalnya, dari kegemukan akan muncul berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dsb. yang dapat menyerang semua kelompok umur dan semua kalangan.
Mahal yang Tidak Sehat
Pernahkah Anda berpikir berapa banyak uang yang telah Anda habiskan hanya untuk membeli makanan atau minuman mahal yang kelak akan mendistorsi kesehatan?
Hindari Ketergantungan Rokok, Alkohol, dan Suplemen
Mengimbau agar berhenti merokok ibarat melagukan tembang lawas yang semakin lama semakin tidak digubris. Bahkan hampir seluruh perokok tahu apa-apa saja bahaya merokok bagi diri dan lingkungannya. Nikotin yang terdapat pada rokok menyebabkan ketergantungan di samping relaksasi sebab nikotin bekerja pada susunan saraf pusat. Untuk menghentikan ketergantungan rokok, sebaiknya dilakukan setahap demi setahap dengan mengurangi jumlah rokok yang diisap sedikit demi sedikit. Tujuannya agar tidak terjadi gejala putus rokok. Untuk membantu dapat digunakan permen atau camilan ringan sebagai substitusi rokok.
Suplemen gizi atau vitamin tidak diindikasikan untuk mereka yang masih bisa memenuhi kebutuhan zat nutrisi dari makanan alamiah. Berbeda dengan nutrisi alami, suplemen nutrisi dalam bentuk obat berisiko menimbulkan keracunan.
Kurangi Minuman Ringan dan Makanan Cepat Saji
Sadarkah Anda jika segelas minuman soda mengandung kalori yang hampir setara dengan sepiring nasi? Jika tidak, maka ada baiknya kita lebih memperhatikan nutrition fact yang tertera di kemasan makanan atau minuman sebelum mengkonsumsinya. Meski terasa segar, minuman ringan bersoda membawa dampak yang kurang menguntungkan saat dikonsumsi dalam jumlah yang banyak (jika sedikit mungkin tubuh masih mampu melakukan kompensasi untuk mengatasi dampak tersebut).
Makanan cepat saji mengandung kalori yang tinggi dan tidak disarankan untuk dikonsumsi secara rutin. Sebagian besar kasus kegemukan di Amerika (dan mungkin juga di Indonesia) terjadi karena merebaknya makanan cepat saji.
Tidak ada salahnya untuk mulai membatasi makanan cepat saji dan juga berbagai bahan makanan yang diolah dengan cara digoreng. Hal ini dikarenakan minyak yang dipanaskan akan berubah sifat menjadi trans fat dan trans fat adalah lemak jahat yang dapat menyumbat aliran darah dan menyebabkan penyakit jantung atau hipertensi. Daripada digoreng, lebih baik Anda mencoba kreasi baru dengan mengukus atau merebus
Kurangi Makanan Berlemak
Lemak yang dimaksud ini lebih ditekankan kepada lemak hewani. Akumulasi lemak yang berlebihan di dalam tubuh adalah cikal bakal terjadinya berbagai penyakit kronik menahun. Sebagai tambahan, konsumsi daging yang berlebih meningkatkan risiko terjadinya asam urat sebab daging mengandung purin yang akan menghasilkan asam urat saat dimetabolisme. Penumpukan asam lemak dapat menyebabkan sakit sendi dan penyumbatan di perkemihan.
Sella hanya bisa menghela napas panjang melihat Sisil, buah hatinya yang berusia 1 tahun mengisap jari lagi. Sisil selalu begitu dan apabila tidak mengisap jari, maka ia akan memasukkan apapun yang dipegangnya ke dalam mulut, tidak peduli benda itu kotor atau bersih. Sudah dinasihati berkali-kali tetapi tetap saja keras kepala.
Jika Anda juga tengah bingung menghadapi si kecil yang suka mengisap jari, tenanglah karena Anda tidak sendiri. Jutaan orang tua juga mengalami hal serupa. Kesabaran Anda pun seolah sedang diuji.
Sesungguhnya hal itu adalah hal yang wajar. Di masa awal kehidupan, bayi lebih suka mengeksplorasi dunia (yang mungkin baru baginya) dengan media mulut. Apapun ia masukkan ke dalam mulut seakan-akan itu adalah caranya berkenalan dengan benda-benda yang baru.
Hal utama yang perlu Anda khawatirkan dari kebiasaan ini adalah risiko terinfeksi. Apabila benda-benda atau jarinya sendiri mengandung kuman maka si kecil dihadapkan pada kenyataan akan terkena penyakit, semisal flu, batuk, diare, dan sebagainya. Di sisi lain, bukan tidak mungkin kebiasaan buruk ini akan terus terbawa hingga dewasa andai tidak kita kendalikan. Namun, Anda juga harus berhati-hati dalam membuat larangan untuk berhenti mengulum jari, bisa-bisa Anda akan membuat si kecil menjadi seorang dengan karakter minus.
Oral Fixation
Fakta yang diungkap oleh ahli jiwa Sigmund Freud menunjukkan bahwa kesehatan kejiwaan di masa sekarang sangat mungkin ditentukan oleh fase-fase yang dialami seseorang pada masa kecilnya. Setidaknya ada 4 fase pembentuk karakter yang akan dilalui oleh seorang anak, dimulai sejak kelahirannya ke dunia sampai akhir usia remaja. Keempat fase itu adalah fase oral, fase anal, fase falik, dan fase laten.
Fase oral merupakan fase paling awal yang berlangsung sejak lahir sampai 18 bulan. Fase inilah yang akan menjelaskan mengapa anak Anda menganggap jari telunjuk layaknya permen loli. Fase oral menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan serta pemuasan di daerah mulut, bibir, lidah, dan daerah oral lain. Rangsang pada daerah tersebut, misalnya dengan memasukkan jari atau benda lain ke mulut akan menimbulkan sensasi yang menyebabkan menjadi kesenangan. Kesenangan yang dimaksud juga mencakup rasa senang dengan kemampuannya untuk mengunyah maupun menggigit.
Hal yang perlu Anda garis bawahi, anak yang semasa kecil mendapat kepuasan oral yang berlebihan atau justru sangat minim berkemungkinan untuk berkembang menjadi seorang dengan optimisme yang berlebihan, narsisme (mencintai diri sendiri), atau justru menjadi seorang yang sangat pesimis di kemudian hari. Pada kasus lain, individu tersebut berpeluang menjadi seorang penuntut dan tidak jarang pula menjadi seorang yang gampang iri atau cemburu. Sementara itu, keberhasilan dari fase oral akan membuat anak mempunyai kemampuan dalam memberi serta menerima dari orang lain, termasuk juga memiliki kepercayaan terhadap orang lain (tidak perfeksionis dan memampukannya bekerja sama dalam sebuah tim).
Dengan kata lain, hal sederhana dari prilaku si kecil ternyata bisa menjadi penentu yang cukup memegang peran dalam kehidupannya kelak. Jadi, kita harus lebih hati-hati.
Lalu Bagaimana?
Memasukkan segala sesuatu ke mulut tentu saja bukan sesuatu yang baik mengingat kuman ada di mana-mana dan sistem imun anak sendiri masih belum sempurna. Anda bisa mencoba untuk menjelaskan padanya bahwa kebiasaan itu tidak baik, tentu saja dengan pendekatan yang bisa mengena di hatinya. Belajarlah untuk lebih bersabar agar bisa meluluhkan kebiasaan itu.
Kebutuhannya di fase oral tetap harus Anda penuhi. Salah satu caranya adalah dengan menyusui. Rangsang di daerah mulut oleh puting susu atau dot dari botol susu juga bisa menciptakan kesenangan dan memenuhi kebutuhan psikologisnya. Sebaiknya tidak menggunakan pacifier (empeng). Menggunakan empeng berarti menipu bayi dan jelas itu juga baik bagi perkembangannya.
Cara lain adalah dengan mengajaknya bermain sambil belajar guna mengalihkan perhatiannya dari kebiasaan buruk itu. Di samping itu, mungkin sebaiknya kita lebih tanggap terhadap tingkah laku si kecil. Bisa saja mengemut jari adalah body language-nya yang dilakukan saat ia ingin mengungkapkan sesuatu, misalnya saja rasa lapar atau rasa gelisah.
Segala sesuatu di muka bumi tidak akan terlepas dari sisi positif atau pun sisi negatif. Ibarat yin dan yang, selalu ada putih di dalam hitam serta selalu ada hitam di dalam putih. Demikian pula dengan teh, primadona antioksidan yang mungkin kerap menjadi teman sarapan Anda.
Mengenal Teh Lebih Dalam
Sedikitnya ada tiga jenis daun teh yang sering dijumpai, yakni teh hitam, teh hijau, dan teh merah. Jenis-jenis lain seperti teh cina atau teh melati adalah variasi dalam penyajian. Meski sama-sama teh, masing-masing jenis memiliki keunggulan dan kekurangan sendiri-sendiri.
Selain itu, pasar juga membedakan teh atas teh celup, teh daun atau teh serbuk seduh, dan teh bubuk instan. Secara umum teh mengandung fluor, vitamin K, asam amino (asam amino adalah pembentuk protein) jenis tanin, serta unsur fitokimia yang disebut-sebut berperan sebagai antioksidan.
Hitam Putih Teh
Dasawarsa belakangan ini adalah saat di mana penyakit degeneratif (penyakit tidak menular yang timbul karena penurunan fungsi tubuh) merebak bagai jamur di musim hujan. Kondisi tersebut pun dimanfaatkan dengan bijak oleh pengusaha suplemen untuk memperkenalkan zat antioksidan. Memang benar antioksidan yang memiliki kemampuan menangkal radikal bebas ini bisa menghadang berbagai penyakit, mulai dari kanker sampai serangan jantung. Antioksidan alami pun terkandung dalam bahan makanan seperti apel, stroberi, dan teh. Namun, jika ingin dikonversikan, maka antioksidan dalam 1 cangkir teh setara dengan 3 gelas jus jeruk atau 10 gelas jus apel.
Seperti yang telah disebutkan, teh mengandung unsur fitokimia, khususnya polifenol flavonoid. Bahkan, dari sebuah penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa mereka yang minum tiga cangkir teh setiap hari secara rutin memiliki risiko miokard infark (kematian otot jantung akibat sumbatan pada pembuluh darah yang seyogianya memberi makan otot jantung)
Sebuah jurnal kedokteran juga mengaitkan kebiasaan minum teh dengan insiden dimensia (pikun). Kandungan polifenol flavonoid dinilai mengambil andil dalam mencegah kemunduran fungsi daya ingat. Alasannya, polifenol flavonoid melindungi sel saraf.
Kandungan antioksidan yang terbilang tinggi juga menjadikan teh sebagai musuh besar penyakit arteroskerosis (pengerasan pembuluh darah karena tumpukan plak lemak), darah tinggi, penyakit hati, kencing manis, stroke, kanker, penumpukan plak gigi, pembengkakan gusi, dan sebagainya. Teh pahit sama sekali tidak mengandung kalori sehingga bisa diminum tanpa perasaan was-was akan gemuk.
Fakta lain mengungkapkan bahwa teh juga membantu peningkatan daya tahan tubuh sehingga melindungi Anda dari sejumlah infeksi. Jika kopi mengandung kafein, maka di dalam teh terkandung substansi yang disebut teofilin. Substansi sejenis juga digunakan sebagai obat asma yang bisa memperlebar jalan napas. Selain itu, teofilin juga meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi kantuk.
Namun, terlalu dini untuk mengagung-agungkan secangkir teh karena bahaya yang ditimbulkan akibat pengonsumsian teh juga tidak main-main. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau perkemihan sebaiknya menghindari teh, alih-alih akan memperberat penyakit. Zat sampah dari teh yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal bisa menjadi racun bagi tubuh.
Di samping itu, teh memiliki efek diuresis (meningkatkan volume urin). Hal ini berimbas kepada penurunan reabsorbsi bahan-bahan dari urin yang seyogianya masih dibutuhkan oleh tubuh. Teh juga turut meningkatkan risiko pembentukan batu saluran kemih. Alasannya, teh mengandung banyak oksalat, suatu senyawa pembentuk batu.
Wanita hamil, termasuk juga penderita anemia juga dianjurkan untuk menghindari teh. Di dalam gaster (lambung) teh akan bersenyawa dengan besi yang menyebabkan zat besi dan vitamin B terbuang tanpa bisa diserap. Padahal, keduanya sangat dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah dan menunjang perkembangan kognitif janin. Demikian pula halnya dengan wanita menyusui sebab teofilin dalam teh disinyalir kuat dapat menurunkan produksi air susu. Bahkan, teofilin juga dapat masuk ke air susu dan membawa dampak yang tidak menyenangkan bagi pencernaan bayi.
Teh memang mengambil sedikit peran dalam progesivitas penyakit jantung. Namun, jangan pernah berpikir bahwa penyakit jantung dapat disembuhkan dengan teh. Dengan teofilin di dalamnya, teh justru memperberat kerja jantung pada penderita penyakit jantung. Sama seperti kafein, teofilin menyebabkan ketidakteraturan (aritmia) detak jantung.
Alkisah di negara Afrika sana, manusia yang paling hitam adalah yang paling hebat. Hitam dalam arti hitam segala-galanya, itulah Negro sejati!
Ada 3 orang anak lelaki yang sedang membandingkan kehitaman bapak mereka:
Anak ke-1: Bapakku semalam mengupas apel dan tangannya terluka. Eh, darahnya hitam!
Anak ke-2: Ayahku kemarin sedang memperbaiki parabola dan terjatuh sampai tulangnya patah. Eh, tulangnya hitam!
Anak ke-3: Ah, itu belum seberapa. Tadi malam waktu kami sedang nonton TV di ruang keluarga, daddy-ku kentut. Eh, tiba-tiba seluruh ruangan menjadi gelap!