Sunday, December 19, 2010

Ketika Karya Tulis Menjadi Korban Plagiator

Oleh: Liven R

APA yang akan Anda perbuat jika suatu ketika Anda menemukan karya tulis Anda telah disalin, dipublikasikan, dan diatasnamakan orang lain? Marah, kesal, atau kecewakah Anda?

Adalah merupakan pengalaman penulis. Pada akhir Desember 2009, tepatnya saat itu penulis sedang libur dari kegiatan sehari-hari. Untuk mengisi waktu luang, penulis membaca sebuah tabloid berbahasa Mandarin yang biasanya merupakan bacaan ibunda penulis.

Karena iseng, penulis membuka halaman yang memuat karya puisi. Alangkah terkejutnya penulis saat membaca sebuah puisi yang sama persis dengan puisi penulis yang pernah dimuat di Harian Analisa beberapa waktu yang lalu, baik judul, arti, maupun urutan syair-syair yang ada pada puisi tersebut sama persis dengan karya asli penulis. Hanya saja semua kata-kata dalam syairnya telah dialihbahasakan ke dalam bahasa Mandarin dan diatasnamakan si plagiator.

Seperti yang selama ini kita ketahui, sebuah ide yang sama sekalipun apabila dientaskan menjadi karya tulis oleh dua orang yang berbeda, tidaklah mungkin dihasilkan dua buah karya tulis yang sama persis, kecuali antara satu karya dengan karya lainnya saling mencontoh.

Sebagai contoh, pada peringatan Hari Ibu, puluhan bahkan ratusan penulis selalu menciptakan karya tulis (puisi dan artikel) dengan ide yang sama, yakni: ungkapan terima kasih kepada ibu dan ajakan kepada para anak untuk berbakti.

Dari ratusan karya yang dihasilkan untuk momen tersebut pada berbagai media cetak, kita tak dapat menemukan dua buah karya yang sama persis dari dua orang yang berbeda. Mengapa demikian? Karena pada kenyataannya, daya kreativitas pada tiap individu tidaklah sama meskipun memiliki ide yang sama. Dengan demikian, apabila terdapat dua buah karya tulis yang sama persis, sudah tentu telah terjadi penjiplakan oleh salah satu pihak penulis.

Kembali pada kasus yang terjadi pada penulis di atas, setelah melihat puisi hasil plagiat tersebut, penulis sungguh merasa kesal. Ingin rasanya saat itu juga penulis mengangkat telepon dan menghubungi redaktur tabloid bersangkutan untuk memprotes kecurangan salah seorang penulisnya tersebut, atau setidaknya berbicara langsung dengan penulis curang tersebut.

Namun, pada akhirnya penulis memilih untuk tidak mempermasalahkan hal ini untuk memberi kesempatan kepada si plagiator dengan harapan ia memiliki kesadaran untuk berlaku jujur dan tak mengulangi perbuatan yang sama di lain waktu sehingga penulis tak perlu mengambil tindakan yang semestinya.

Pentingnya Kesadaran Penulis untuk Jujur

Penulis teringat pada pelajaran di bangku Sekolah Dasar (SD) dulu. Pada saat mendeklamasikan sebuah puisi, kita diajarkan oleh bapak/ibu guru kala itu untuk menyebut judul puisi, lalu nama penyair, barulah kemudian mendeklamasikan puisi tersebut. Artinya, sejak dari bangku SD pun sesungguhnya kita telah diajarkan untuk menghargai hasil karya orang lain.

Sebelum menjadi seorang penulis, tentunya terlebih dahulu kita harus memahami dengan jelas peraturan-peraturan dalam dunia kepenulisan. Apabila seorang penikmat karya tulis mampu memahami bagaimana menghargai hasil karya orang lain, maka terlebih lagi bagi seorang penulis, karena ia berkecimpung langsung dalam dunia kepenulisan tersebut.

Lantas bagaimana menghargai karya tulis orang lain?

Apabila suatu ketika kita membaca suatu karya tulis yang kita nilai bagus dan baik untuk dibagikan kepada orang lain agar memperoleh manfaat yang sama (baik dalam bahasa yang sama maupun bahasa lain), kita wajib menghubungi penulis bersangkutan untuk meminta izin sebelum memublikasikannya sekali lagi. Dan apabila kita telah memperoleh izin tersebut, kita wajib menuliskan nama penulis asli tersebut pada akhir tulisan sebagai keterangan sumber tulisan. Atau, jika kita tak lagi mengetahui identitas penulis aslinya, kita dibenarkan dengan hanya menuliskan dari mana sumber tulisan tersebut disadur pada akhir tulisan kita.

Hal tersebut di atas perlu dilakukan untuk menghindari tuntutan hukum atas pencurian karya orang lain.

Anda tentunya masih ingat dengan puisi ’Menyesal’ karya Ali Hasjmi dan puisi ‘Aku’ karya Chairil Anwar. Puisi-puisi fenomenal tersebut telah disalin, dipublikasikan, dan dipelajari tak terhitung banyaknya sejak dulu hingga sekarang dan masih akan terus dilestarikan di masa mendatang, karena puisi-puisi tersebut mengandung nilai pendidikan yang tinggi.

Namun, satu hal yang kita ketahui, meski dicetak di media cetak mana pun dan oleh siapa pun, puisi-puisi tersebut tetaplah mencantumkan nama Ali Hasjmi pada puisi ‘Menyesal’ dan Chairil Anwar pada puisi ’Aku’. Dengan demikian, kita tahu bahwa kita tak dapat dan tak dibenarkan mengatasnamakan karya orang lain menjadi milik kita meskipun pemilik karya telah tiada sekalipun.

Penutup

Dalam proses menghasilkan suatu karya tulis, tentunya kita tak diawasi langsung oleh seorang redaktur. Selain itu, seorang redaktur juga merupakan manusia biasa yang tak mungkin dapat memantau semua karya tulis yang pernah dimuat di media cetak untuk menghindari kecurangan para pengirim karyanya. Oleh karena itu, penulis hendaknya memiliki kesadaran sendiri untuk senantiasa berlaku jujur.

Janganlah karena ingin lebih mudah dan malas berpikir, kita lantas mengabaikan nilai kejujuran. Banggakah kita, jika seseorang memuji kita atas karya yang sesungguhnya bukan hasil kreasi kita? Janganlah berpendapat dengan mengalihbahasakan karya orang lain, lantas orang lain menjadi tak mengenali apa yang telah kita tulis. Bayangkan, betapa malunya kita jika suatu saat kita ditegur dan dihadapkan kepada penulis asli yang telah kita plagiat karyanya. Dan, sadarilah apabila kita adalah seorang plagiator, meskipun kita tak pernah ditegur, bukan berarti penulis asli tak menyadari hal tersebut, kemungkinan telah terjadi krisis kepercayaan terhadap setiap karya kita sama halnya dengan pribahasa ‘sekali lancung ke ujian, seumur hidup tak dipercaya’.

Sebagai manusia biasa, kita tidaklah sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan. Oleh sebab itu, kita tentunya juga tak luput dari kesalahan. Namun, yang terpenting adalah niat dan kemauan untuk memperbaiki diri dan senantiasa mawas diri.

Dengan menyadari serentetan akibat buruk dari memplagiat karya orang lain, hendaknya kita bisa menjadi penulis yang jujur. Semoga!

Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 2:02 PM
Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

No comments:

Post a Comment

Silakan centang "Notify me" agar Anda memeroleh pemberitahuan.

Entri Populer