Tuesday, April 19, 2011

Ikut Lomba Menulis di Facebook, Menjadi Pemenang Atau Korban?

"Akan dipilih satu pemenang yang berhak memeroleh satu buku XXX. Dan untuk peserta sepuluh besar, naskah akan dibukukan dan royalti akan disumbangkan pada yayasan sosial XXX."

Untuk penulis atau pun calon penulis, tentu kalimat di atas atau yang senadanya telah pernah dijumpai bukan? Seiring fenomena bermunculannya penerbit-penebit baru--khususnya self publisher--di dunia kepenulisan kita, berbagai lomba-lomba menulis yang diselenggarakan penerbit pun bermunculan di FB juga. Dan biasanya jumlah peserta akan meledak, kendati kalau mau jujur, sebenarnya reward yang dijanjikan sangatlah tak sebanding dengan proses kreativitas yang dibutuhkan.

Lalu apa sebenarnya yang menyihir para peserta untuk mengikutinya? Coba Anda perhatikan kalimat di atas lagi, tertulis, "peserta sepuluh besar, naskah akan dibukukan". Ya, kalimat inilah yang telah sukses menyihir para peserta.

Dewasa ini, seiring semakin banyaknya masyarakat yang memiliki minat besar untuk menulis dan menerbitkan karya tersebut, para penerbit tua yang telah memiliki nama harum pun benar-benar sudah kehilangan daya untuk menampung karya-karya tersebut, yang padahal terkadang dapat dikatakan adalah karya yang bagus. Di arena persaingan, beda tipis saja, naskah pun terpaksa harus ditolak.

Alhasil, menulis pun menjadi jauh lebih mudah daripada menerbitkannya. Tetapi, bila hanya menulis dan tidak diterbitkan, lalu siapa yang baca? Bukankah sebuah karya tulis itu selain untuk dibaca sendiri, seharusnya juga untuk dibaca orang lain?

Karena impian/keinginan untuk menerbitkan buku itulah, para calon penulis, dan bahkan para penulis yang namanya sudah cukup dikenal di daerahnya masing-masing pun memilih untuk mengikuti lomba tersebut, dengan harapan semoga naskah mereka lolos seleksi dan dapat diterbitkan tanpa modal materi sepersen pun.

Padahal, ini adalah hal yang sangat menyedihkan. Dari 300-an atau 500-an peserta, hanya akan dipilih puluhan nama. Itu pun hanya satu yang berhak memeroleh reward berupa sebuah buku yang harganya tak lebih besar dari lima puluh ribu rupiah. Total royalti akan disumbangkan ke yayasan sosial. Tak jarang pula, sebenarnya si pendiri yayasan sosial dan panitia adalah orang yang sama.

Kita memang sering mendengar pepatah berbunyi, "kalah menang hal yang wajar". Tetapi, sebenarnya kekalahan dari mengikuti event seperti ini adalah aib yang menjadi penghalang si peserta untuk menjadi seorang penulis besar, karena biasanya event demikian wajib men-tag banyak-banyak teman di FB, yang ujung-ujungnya menjadi memberitahukan kepada publik bahwa ia kalah dengan karya tersebut. Karena tulisannya buruk? Sebenarnya tidak juga. Hanya saja, itulah anggapan sebagian besar orang. Kalau pun sebenarnya saat itu telah ada seorang editor yang menyukai karyanya, melihatnya kalah, sang editor pun menjadi harus berpikir dua kali.

Nah, di atas bercerita tentang kerugian yang kalah, tetapi untuk yang menang pun sebenarnya tetap rugi! Mengapa dikatakan demikian? Cobalah direnungkan, apa sebenarnya keuntungan dari terbit buku dengan cara seperti itu? Untuk mendongkrak nama?

Sekadar opini, untuk buku-buku yang telah diterbitkan pun mungkin jarang dibeli, karena yang menerbitkan buku tersebut adalah penerbit yang (maaf) minim modal, dan bermaksud mencari naskah bagus tanpa memberikan royalti kepada penulis bersangkutan. Bukan bermaksud mengatakan si penerbit miskin, hanya saja biaya pengeluaran memang telah ditentukan/dibatasi sedari awal. Biasanya proses pemasaran dan promosi penerbit demikian juga kurang menjanjikan.

Hitung-hitung, sebenarnya peserta yang karyanya terpilih untuk dibukukan telah menjadi korban penipuan naskah dengan modus yang halus, dan hanya memeroleh imbalan namanya mejeng di kaver buku. Hanya itu.

Padahal, karyanya terpilih karena bagus. Dan kalau dikirim ke media massa dan lolos diterbitkan, paling tidak honornya tujuh puluh lima ribu rupiah. Dan dari media massa, sebenarnya karya tersebut jauh lebih banyak dibaca oleh masyarakat serta nama si empunya pun akan lebih terdongkrak.

Sependapat atau tidak, ini hanya sekadar opini. Penulis yakin masing-masing individu tentu wajar bila memiliki opini yang berbeda. Dan kalau pun sependapat, bukan berarti kita harus memusuhi penerbit yang telah menyelenggarakan event-event demikian. Itu termasuk kreatif--kreatif dalam berbisnis. Selagi kedua belah pihak merasa setuju/mau, tentu tak ada yang salah.



Lea W, 2011
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 10:19 PM

2 comments:

  1. yupssss..
    setuju bgt dengan opini ni..
    kita sebagai penulis harus berhati2 dengan penerbitan,..
    tp kita tetap membutuhkan penerbit untuk menerbitkan buku kita k penerbit...
    jadi langkah2 kita untuk mengirimkan tulisan kita agar d terbitkan itu gmn??????

    ReplyDelete
  2. Sebenarnya tak pernah ada langkah yg mutlak agar langsung kirim pasti terbit jg, mengingat ketatnya persaingan skrg ini. Yg perlu dilakukan adalah cek dan pahami dl cr kerja serta visi n misi penerbit, apakah sdh cocok dgn tema nahkah kt ato tdk. Dlm hal ini, tentu ketekunan n kesabaran utk trus meningkatkan kualitas tlsn jg diperlukan. :)

    ReplyDelete

Silakan centang "Notify me" agar Anda memeroleh pemberitahuan.

Entri Populer