Monday, July 1, 2013

Kisah Mantan Pecandu Obat Terlarang



Kisah Mantan Pecandu Obat Terlarang
Oleh: Lea Willsen.
“Hidup menjadi tak terkontrol. Seharusnya saya bersedih, ketika teman jatuh dari tangga karena ulah saya. Lah, saya justru menertawakannya! Dan bukan meminta maaf, malah saya tendang lagi dia...”
Sobat muda, sebait kalimat yang Anda baca di atas bukanlah kalimat dari sebuah cerpen, melainkan cerita seorang teman kepada penulis pada suatu malam, tentang dirinya di masa lalu, ketika sedang dalam kondisi fly akibat mengonsumsi obat terlarang.
Dewasa ini, kita semua tahu, obat terlarang bukanlah sesuatu yang baik untuk dikonsumsi. Selain dapat merusak mental dan masa depan, dari segi kesehatan juga akan berpengaruh negatif, bahkan berakhir dengan melayangnya nyawa! Tentu, bukan sekali dua kali saja kita pernah melihat atau membaca peringatan-peringatan agar menjauhi obat terlarang, baik melalui buku, internet, televisi, koran, selembaran, ataupun mendengarnya secara langsung dari orang-orang terdekat kita. Namun, angka pecandu obat di Indonesia masih saja memprihatinkan. Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional Pusat dan Universitas Indonesia pada 2011, sekitar 3,8 juta jiwa atau 2,2% dari jumlah penduduk Indonesia adalah pecandu narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba). Peringatan-peringatan yang disebutkan tadi pun (seakan) diragukan oleh para pecandu obat.
Apa sebenarnya yang telah mendorong keinginan seseorang untuk coba mengonsumsi obat terlarang, tanpa menghiraukan atau merasa takut terhadap efek sampingnya? Pada kesempatan kali ini­-agar segalanya lebih jelas sesuai dengan fakta­-penulis telah mempersiapkan satu bagian wawancara bersama seorang narasumber yang merupakan mantan pecandu obat. Dia adalah seorang yang spesial! Mengapa? Memang benar, tak sedikit individu yang menjadi pecandu obat, sebagian juga mampu sembuh kembali, tetapi sangat sedikit yang bersedia berbagi kisah untuk kita semua, sekali pun penulis telah berulangkali menjelaskan bahwa identitas narasumber tak akan dipublikasikan.
Silakan membaca kisah narasumber kita­-dimulai dari pertama mengenal obat terlarang, hingga bagaimana kemudian sanggup melepaskan diri kembali­-yang tentunya akan menginspirasi serta memberi manfaat positif untuk kita renungkan.
+Saya sangat salut serta berterima kasih, Anda telah bersedia meluangkan waktu Anda untuk menjadi narasumber dan membagikan pengalaman hidup Anda. Anda kini berusia berapa?
-Sekarang usia saya 55 tahun.
+Terdapat berbagai macam obat-obat terlarang yang beredar. Obat terlarang seperti apa yang dulu Anda konsumsi?
-Lexotan, pil BK, rohypnol, morphin, kokain dan juga ekstasi...
+Anda mulai mengonsumsinya di usia ke berapa? Mengapa? Karena ajakan teman, atau berbagai faktor lain yang mungkin membuat Anda menjadikan hal tersebut sebagai suatu pelarian atau pelampiasan?
-Saya mulai mengonsumsinya di usia 19, Selain ajakan teman juga karena broken home, dan yang terparah adalah broken heart.
+Bila sekarang kembali diingat-ingat, adakah hal-hal negatif tertentu yang telah pernah Anda lakukan tanpa sengaja, selagi dalam pengaruh obat? Jika pernah, apa akibatnya?
-Banyak hal negatif yang telah saya lakukan akibat pengaruh obat tersebut, seperti berkelahi, mencuri dan juga mengganggu orang sekitar.
+Bagaimana sikap keluarga Anda-­seperti orangtua dan saudara­-menanggapi kenyataan bahwa Anda saat itu telah menjadi seorang pecandu obat? Mereka marah, sedih, dan bersama-sama menasihati/mendukung Anda untuk berubah?
-Saat itu, keluarga saya bukan menasihati, malah mengusir saya dari rumah. Hal inilah yang kemudian membuat saya semakin bebas mengonsumsi obat terlarang.
+Sebagian obat demikian memiliki harga jual yang selangit. Dari segi keuangan, pernahkah Anda menghadapi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan membeli obat-obat demikian? Bila pernah, apa yang Anda lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut?
-Sangat sering... Biasanya kami berkelompok dan saling berbagi atau mencari bos agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Bila sudah terpepet apa pun akan saya lakukan seperti menipu, bahkan mencuri dan memeras orang.
+Secara fisik, pernahkah Anda merasa sakit, sengsara, atau sebagainya akibat ketergantungan terhadap obat demikian? Bisa diceritakan?
-Secara fisik sudah pasti saya merasakan kesengsaraan yang hebat, ketika saya tak dapat mengonsumsi obat-obat tersebut. Rasanya seperti seluruh sendi ditusuk oleh jarum, otak menjadi tak dapat berpikir panjang. Bahkan timbul juga keinginan untuk menyakiti diri sendiri. Berpikir bahwa lebih baik mati bila tak dapat mengonsumsi obat tersebut. Ini disebut sakao (sakit karena obat).
+Berapa tahun Anda menjadi pecandu? Lalu, apa yang kemudian memotivasi Anda untuk berubah?
-26 tahun saya menjadi pecandu. Saya mulai ingin berubah semenjak ibu saya meninggal dan saya bertemu dengan seorang biksu yang sabar dan tekun memberi nasihat kepada saya.
+Metode penyembuhan seperti apa yang ditempuh? Sulit?
-Saya berobat dengan masuk ke RSKO Fatmawati-­biaya sepenuhnya ditanggung oleh biksu-­dilanjutkan dengan metode semedi yang juga dibimbing oleh biksu. Soal kesulitan..., sungguh minta ampun sulitnya! Saya yakin bila pada saat itu tidak dibantu dengan kasih sayang dan kesabaran yang tiada tara dari suhu (panggil saya kepada biksu tersebut), saya pasti terjerumus kembali.
+Di saat Anda sedang berusaha untuk terbebas dari obat-obat terlarang, pernahkah ada orang-orang tertentu­-misalkan teman sesama pecandu-­yang masih terus menggoda Anda untuk tidak berhenti? Bila pernah, apa yang Anda lakukan menanggapi hal itu?
-Saya bersyukur, karena setelah terbebas dari obat-obatan, saya dibawa ke tempat yang agak terpencil hingga saya putus kontak dengan teman-teman pecandu saya. Sampai terakhir ketika suhu meninggal, saya baru kembali ke Jakarta, dan... ternyata banyak teman pecandu yang sudah meninggal akibat OD (over dosis)! Beberapa yang masih hidup mengajak saya sekadar pergi dugem, tapi tidak saya tanggapi, mengingat betapa sengsaranya saya ketika menjalani proses penyembuhan. Selain itu, saya juga harus menghargai upaya almarhum suhu yang telah begitu baik, tulus dan sabar agar saya dapat kembali ke jalan yang benar.
+Kini, tentu Anda sudah sembuh. Apa hikmah terbesar yang Anda peroleh dari semua kejadian itu?
-Hikmah terbesar adalah akhirnya kini saya telah berumah tangga, dan tidak minder lagi dalam bermasyarakat.
+Pertanyaan terakhir. Terkait topik yang kita bahas, adakah saran atau pesan yang ingin Anda sampaikan kepada adik-adik remaja yang membaca kisah Anda ini?
-Saran dan pesan saya, jangan pernah mencoba obat/zat adiktif apa pun alasannya! Dan kepada orangtua, berilah kasih sayang kepada anak kalian, serta perhatikanlah tingkah laku anak-anak kalian sebelum terlambat. Terima kasih!
Sobat muda, demikianlah akhir dari wawancara bersama narasumber kita. Jangan coba-coba mengonsumsi obat terlarang! Setiap kita akan mencoba suatu hal baru, mungkin kita selalu memiliki alasan yang kuat. Tetapi dalam hal terkait obat terlarang, sekali kita telah kecanduan, maka untuk sembuh kembali bukanlah persoalan mudah. Bentengilah selalu diri kita dengan keyakinan terhadap agama­agama apa pun itu.
Untuk para orangtua, seperti yang disampaikan oleh narasumber kita, berilah kasih sayang kepada anak Anda. Bila Anda berpikir bahwa sikap anak Anda sudah tak tertolong lagi dan sepantasnya ditelantarkan, maka kesalahan terbesar adalah sebenarnya Anda masih belum memahami bagaimana cara mengasihi anak Anda dengan benar. Beberapa anak mungkin memerlukan perhatian ekstra. Itu adalah tantangan untuk Anda sebagai orangtua. Semoga!
* Awal April 2012
Muat di Harian Analisa
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 1:58 PM
Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

No comments:

Post a Comment

Silakan centang "Notify me" agar Anda memeroleh pemberitahuan.

Entri Populer