Tuesday, September 22, 2015

Burn-in Headset?!



Istilah burn-in headset, tentu tidak merujuk pada aktivitas membakar headset dengan korek api, ataupun seperti ketika kita akan merekam data pada sebuah disc, di mana kegiatan tersebut juga akrab disebut burn-in CD atau DVD.
Sesuai keyakinan yang beredar di kalangan pengguna gadget, menerapkan burn-in headset memungkinkan kita untuk memaksimalkan kualitas suara dari headset itu sendiri. Konon, sebuah headset yang masih baru ternyata belum memiliki kualitas suara yang maksimal, sebagaimana ketika benda itu dirancang di pabriknya. Intinya, headset itu semestinya dirancang untuk bekerja lebih baik daripada performa barunya. Dan untuk mencapai kualitas yang maksimal, seorang pengguna harus menerapkan burn pada headset bersangkutan.
Kita dapat mengambil mobil atau motor sebagai contoh, banyak yang percaya kalau kedua jenis kendaraan itu perlu melakukan running ketika masih dalam kondisi baru hingga mencapai sekian KM, baru selanjutnya mesin dari kendaraan itu akan lebih bertenaga. Benar atau tidak, kita serahkan saja kepada para mekanik.
Kalau pada headset, ‘running’ atau burn-in yang dimaksudkan ialah benda itu harus tetap dibiarkan mengeluarkan suara untuk waktu yang lama ketika masih berstatus baru. Ada yang menargetkan seratus hingga duaratus jam, ada yang bilang cukup duapuluh empat jam saja secara nonstop, dan ada yang bilang duapuluh empat jam itu boleh dicicil menjadi lima hari (tak harus nonstop).  Wah! Fakta atau mitos?!
Secara logika, untuk menyalakan headset dalam waktu yang lama, kondisi tersebut tentu menguras daya dari gadget yang difungsikan untuk memutar file audio. Ada yang menyarankan agar gadget bersangkutan sambil diisikan daya agar tidak mati, tetapi juga harus tetap menjaga agar gadget itu tidak sampai kelewat penuh dan berefek pada bengkaknya baterai. Hmm… Sebegitu pentingkah kualitas suara dari sebuah headset sampai seorang pengguna harus demikian ‘berkorban’?
Agaknya prinsip dari burn-in headset ini sebenarnya terlalu berlebihan, atau istilah kerennya ialah lebay. Tak dipungkiri kalau sejumlah headset yang masih baru memang belum memiliki kualitas suara yang maksimal, sebagaimana ketika benda itu dirancang di pabriknya. Tetapi perlu kita tekankan kalau ini hanya kita sebut “sejumlah”, bukan “semua”, dan bahkan kita dapat menyebutnya sebagai kasus yang jarang terjadi.
Gejala dari headset yang masih tidak bekerja secara optimal itu biasanya cukup kentara, seperti tersendat-sendatnya suara yang cukup teratur—misalkan setiap satu detik sekali, atau dua detik sekali. Kalau sudah mengalami pengalaman buruk demikian untuk sebuah benda baru, banyak dari kita tentu cemberut. Namun, bukan berarti kita harus menerapkan burn-in pada headset bersangkutan. Sama sekali tidak perlu!
Hal yang perlu dilakukan ialah pastikan headset itu bukan patah atau memang mengalami kerusakan secara fisik. Regangkan dan pastikan juga kalau kabel dari headset tidak terlipat, terlepas, atau membentuk simpul. Dan kalau memang tidak ada masalah, umumnya pemakaian secara normal selama beberapa menit sudah cukup untuk membuat headset itu mencapai kualitas yang maksimal. Ada saatnya masalah bisa kembali muncul ketika kita menggunakannya di lain waktu setelah sempat kita istirahatkan. Namun, setelah dua atau tiga hari pemakaian wajar, kondisi tidak akan berulang lagi.
Jadi, masalah gangguan kualitas pada headset yang masih baru adalah fakta. Tetapi diperlukannya aktivitas burn-in untuk mengatasinya adalah mitos yang konyol. Terlebih bagi sejumlah pengguna yang sebenarnya tidak mengalami masalah terhadap headset-nya, namun tetap menerapkan burn-in dengan harapan bisa memeroleh kualitas suara yang lebih baik lagi dari yang sebenarnya memang sudah baik-baik saja, sangat sia-sia belaka. Seandainya ada yang tetap mengklaim adanya peningkatan kualitas setelah burn-in, maka itu lebih pada pengaruh psikologis.
Lagipula, dewasa ini kualitas dari hiburan musik tidak sekadar dipengaruhi oleh headset, tetapi juga file, aplikasi, serta setting yang diterapkan. Ketika sebuah headset dengan merek top dipadu dengan file yang berkualitas rendah, jelas saja kualitas audio yang dihasilkan tidaklah memuaskan. Di sisi lain, kita juga mengenal sejumlah setting atau fitur seperti equalizer, Dolby, dan sejenisnya yang akan sangat berpengaruh pada kualitas audio yang dihasilkan.
Untuk pengalaman menikmati hiburan musik yang memuaskan, cukup sediakanlah headset yang berkualitas, file yang juga berkualitas, beserta aplikasi canggih dan setting yang tepat. Usah ‘membakar’ headset Anda!
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 2:45 PM
Komentar Facebook
0 Komentar Blogger

No comments:

Post a Comment

Silakan centang "Notify me" agar Anda memeroleh pemberitahuan.

Entri Populer