Tuesday, December 23, 2014
Shinigami’s Eye (Bab 6)
Shinigami’s Eye (Bab 5)
Shinigami’s Eye (Bab 4)
Monday, December 22, 2014
Ketika Terkadang Ibu Tidak Adil
Thursday, October 2, 2014
Bercermin pada Karya Eiichiro Oda: Pentingnya Penokohan
Bagi yang berusia sekitar duapuluh tahunan, sudah pasti Anda mengenal sebuah manga fiksi terkenal, One Piece, karya Eiichiro Oda. Jika tidak, tak masalah. Singkat cerita karya Oda satu ini telah mendunia, dan menjadi manga paling populer di Jepang, dengan pembaca-pembaca yang memiliki usia variatif. Kita akan meminjam judul One Piece sebagai contoh dari betapa pentingnya penokohan bagi sebuah karya yang baik.
Mengapa harus manga? Mengapa harus One Piece? Jelas saja karena manga One Piece adalah contoh yang tepat. Di balik kesuksesannya, sang mangaka Oda memiliki strategi penokohan yang patut kita--sesama yang mungkin juga menyukai kegiatan mengarang fiksi--teladani!
Dengan alur cerita yang cukup panjang dan hingga tulisan ini ditulis juga belum tamat, One Piece tak pernah berakhir tragis seperti sejumlah manga atau sinetron lokal yang membuat penikmatnya merasa jenuh bahkan kesal, karena alur yang terkesan bertele-tele. Terlepas dari ide besar, juga nilai humoris dari Oda, hal lain yang berpengaruh besar ialah tokoh-tokoh dari One Piece yang masing-masing mekiliki ciri tersendiri yang tidak membuat tokoh-tokoh itu terkesan satu karakter, tetapi dihadirkan hanya dibedakan dari nama dan fisik.
Mengusung tema era bajak laut, One Piece sendiri memiliki 9 tokoh utama (mungkin masih akan bertambah), dalam sebuah kapal bajak laut yang tak beda jauh seperti rumah dari tokoh-tokoh itu. Masing-masing tokoh memiliki watak, perilaku, gaya, atau latar yang berbeda (baik ataupun buruk).
Banyak di antara kita yang fokus menciptakan tokoh sempurna untuk sebuah karangan, sehingga terperangkap pada satu pola yang berulang-ulang terus, bahkan terasa klise. Namun, Oda cukup berani menciptakan tokoh yang 'tidak sempurna', seperti tokoh yang mata duitan, pengecut, polos, bahkan genit, bodoh, dan juga rakus makan. Dari segi penampilan, ada yang merupakan cyborg (manusia setengah robot), samurai, hingga tengkorak dan hewan yang dapat berbicara. Masing-masing juga memiliki tugas berbeda dalam kapal itu, seperti navigator, koki, tukang kayu, dan dokter.
Sekilas terkesan sulit disinkronkan, seperti dunia bajak laut, cyborg, tengkorak (horor), samurai, dan hewan yang berbicara, seharusnya tidak sejalan. Namun justru itulah letak keragaman yang memperkuat penokohan. Tentang logika, sejalan atau tidak adalah bergantung pada seberapa paham dan percayanya penikmat pada alur yang ditawarkan.
Kita pernah melihat sapu terbang? Lukisan yang berbicara? Bidak catur yang bergerak sendiri? Semuanya ada pada Harry Potter, karya novelis terkenal, J.K. Rowling. Semuanya sudah dijelaskan pada alur yang ditawarkan, berpulang pada paham dan percayakah kita. Jika paham dan percaya, tak ada logika yang tak sejalan.
Dalam suatu segmen cerita, Oda juga sempat menghadirkan seorang tokoh yang bisa dibilang sudah sangat mendekati status tokoh utama, juga sangat disukai pembaca, tetapi pada akhirnya secara halus tokoh itu harus out dari daftar tokoh utama.
Alasannya?
Dari hemat penulis, hal itu terjadi karena Oda tidak menganggap adanya ciri menonjol dari tokoh tersebut, dibanding salah satu toko yang yang sudah terlebih dulu ada. Sama-sama perempuan, tidak memiliki sosok maupun keunikan skill yang menonjol.
Sebagai gantinya, bertepatan dengan perginya si 'tokoh utama', Oda baru benar-benar menghadirkan lagi sebuah tokoh utama perempuan yang lebih memiliki kepribadian menonjol, termasuk statusnya sebagai mantan tokoh antagonis. Status mantan tokoh antagonis inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk memancing rasa ingin tahu dari para pembaca. Dan Oda telah mempersiapkan sebuah ide besar untuk menguak latar dari toko tersebut, sekaligus modus yang menawarkan logika baru.
Strategi penokohan yang apik juga terlihat pada tokoh-tokoh lain--selain tokoh utama--yang ada pada manga One Piece. Hal tersebut terbukti pada penjelasan dalam cerita tersebut, tidak akan adanya dua atau beberapa buah iblis* dengan pengaruh yang sama.
Kesimpulannya, dalam mengarang fiksi kita harus fokus menciptakan tokoh yang memiliki ciri khusus satu sama lain, tidak sekadar kesempurnaan. Ciptakanlah tokoh yang "wah!" berdasarkan versi sendiri!
*buah yang memberikan kekuatan aneh bagi pemakannya
2L, 2014
Entri Populer
-
Teknologi SIM ganda pada smartphone bukan lagi hal baru di dunia pergawaian. Hampir semua merek memiliki model smartphone yang dibekali...
-
Foto: Rizka Amita Bermunculannya smartphone yang menggunakan slot model hybrid dari yang murah hingga mahal selangit, sedikit banya...
-
Menyambung postingan sebelumnya yang membahas tentang salah satu game balap berkualitas yang ada pada sistem operasi Android, yaitu N...
-
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang perlu dan pentingnya sikap sopan-santun bagi kita semua. Karena, sikap sopan-santun ...
-
Tentu, dalam menciptakan suatu karya tulis, penulis-penulis cenderung lebih memprioritaskan MAKNA KATA daripada sakadar BUNYI KATA. Cara ...
-
Sejumlah fitur baru selalu mempermanis sejumlah smartphone flagship berbagai merek, sebut saja Samsung GALAXY S7 atau S7 Edge, di mana salah...
-
Sedari zaman dulu pun, desain fisik sebuah ponsel umumnya selalu tidak luput dari kepentingan para pengguna tunanetra, atau katakanlah ...
-
Oleh: Lea Willsen SEBAGIAN orang beranggapan kalau belajar menggambar itu membutuhkan biaya yang maha...
-
Setelah lama kita mendengar kabar akan ditambahkannya tombol dislike oleh Facebook (FB), kemudian kita juga sempat menduga-duga atau be...