Hingga saat ini kanker payudara masih merupakan pembunuh nomor dua para wanita Indonesia setelah kanker rahim. Sedikit banyak hal tersebut dipengaruhi pula oleh sifat kanker payudara yang sulit diprediksi dan sering terdeteksi pada stadium lanjut. Sejatinya kanker payudara bukan hanya ancaman bagi kaum wanita, pria pun bisa terkena meski perbandingan insiden antara pria dan wanita hanya 1:100. Insiden ini akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan usia.
Mengenal Kanker Payudara
Beberapa faktor risiko untuk terkena kanker payudara antara lain peningkatan usia, ada riwayat keluarga yang menderita kanker payudara (khususnya ibu, anak, saudara kandung), peningkatan paparan estrogen (pada wanita yang mendapat menstruasi dini dan terlambat menopause serta pada pemakai Hormone Replacement Therapy atau kontrasepsi oral estrogen), tidak memiliki keturunan, kehamilan pertama setelah 30 tahun, terpapar dengan radiasi sebelum 40 tahun, pernah menderita tumor jinak payudara.
Hipotesis teranyar mengungkapkan bahwa mencukur bulu ketiak atau memakai deodoran maupun pengharum bisa memperbesar risiko seseorang terkena kanker payudara. Mengenai benar atau tidaknya belum bisa dijamin secara pasti mengingat serangkaian penelitian masih digiatkan ke arah sana. Disebutkan bahwa mencukur bulu ketiak, termasuk juga waxing atau mencabutnya bisa memperbesar pori-pori kulit ketiak serta menimbulkan luka-luka tak kasat mata. Akibatnya, racun akan lebih mudah masuk ke ketiak dan menjalar menuju payudara melalui kelenjar getah bening. Sementara itu, pemakaian deodoran antikeringat juga akan membuat deposit racun bertambah di wilayah keringat. Pasalnya, berkeringat adalah salah satu cara mengeluarkan racun.
Selama belum ada imbauan resmi dari departemen kesehatan untuk menarik deodoran dari pasaran, rasanya tidak masalah juga jika kita tetap belum bisa melepaskan diri dari kebiasaan mencukur bulu ketiak dan memakai deodoran karena tuntutan penampilan. Namun, alangkah lebih baik jika mencukur dilakukan pada malam hari. Jika kita mencukur pada pagi hari dan harus memakai deodoran setelahnya, maka penyerapan zat deodoran melalui kulit ketiak akan semakin meningkat.
Gejala klinis kanker payudara sering tidak khas sehingga tidak terlalu digubris oleh penderita. Beberapa gejala yang lazim seperti benjolan pada payudara dengan atau tanpa rasa sakit, tarikan puting, keluar cairan, terbentuk lekukan pada payudara (dimpling), pori-pori pada kulit payudara menjelas (mirip kulit jeruk), venektasi (pembuluh darah yang berwarna biru terlihat jelas), bengkak atau pembesaran payudara, perubahan bentuk payudara, serta timbul radang pada kulit. Selain gejala dan tanda yang terlokalisir sebatas wilayah dada, ada kalanya bisa ditemukan gejala yang sifatnya umum. Batuk, sesak napas, gangguan persarafan, pembesaran hati, nyeri tulang, sakit perut adalah segelintir gejala yang mungkin dijumpai.
Segala upaya yang dilakukan untuk menemukan kanker payudara dalam stadium dini (stadium I atau II) bertujuan untuk meningkatkan angka harapan hidup penderita. Penderita kanker payudara yang terdeteksi masih dalam stadium I memiliki harapan hidup selama 5 tahun sebanyak 90% dan harapan hidup selama 10 tahun sebesar 80%. Penderita dalam stadium II memiliki kemungkinan hidup 70% selama 5 tahun dan 50% selama 10 tahun. Sementara itu, penderita yang terdeteksi dalam stadium III memiliki kemungkinan hidup 20% selama 5 tahun dan 11.2% selama 10 tahun. Untuk penderita yang mencari pertolongan medis di stadium IV bisa dipastikan hampir tidak memiliki harapan untuk hidup selama 5 apalagi 10 tahun.
Intinya, selain menerapkan pola dan gaya hidup sehat, pemeriksaan (skrining) guna deteksi dini adalah kunci untuk menekan angka kematian akibat kanker payudara. Skrining yang dimaksud di sini meliputi sadari (periksa payudara sendiri), saranis (periksa payudara oleh klinisi/dokter), mamografi, dan ultrasonografi. Khusus untuk mamografi, penggunaannya sebagai alat deteksi dini hanya dianjurkan untuk wanita di atas 40 tahun. Hal ini dibuat demikian dengan alasan komposisi payudara menurut usia. Di usia 40-49 tahun, mamografi dilakukan 1-2 kali setahun, kemudian setelah 50 tahun mamografi bisa dilakukan setiap 1 tahun sekali.
Sadari
Sadari atau periksa payudara sendiri bisa Anda lakukan setiap bulan secara berkala, disarankan untuk dilakukan setelah menstruasi. Caranya cukup sederhana. Pertama, berdirilah di depan cermin dengan posisi kedua tangan rileks di samping badan. Perhatikanlah apakah ada perubahan pada payudara, misalnya payudara yang satu lebih besar daripada yang lain, adanya penarikan pada puting, perubahan warna kulit, dsb. Kemudian angkat kedua tangan dan luruskan, perhatikan kembali apakah ada perubahan-perubahan yang terjadi. Terakhir posisikan kedua tangan di pinggang, lalu amati kembali apakah ada yang berubah.
Tahap berikut dari Sadari adalah palpasi. Di sini Anda harus berbaring telentang dengan area bahu disanggah oleh bantal. Saat akan memeriksa payudara kanan, tangan kanan dilipat di belakang kepala. Lalu gunakan tangan kiri untuk meraba apakah ada benjolan di payudara. Hal sebaliknya berlaku saat Anda akan memeriksa payudara kiri.