Istilah burn-in headset, tentu tidak merujuk pada aktivitas
membakar headset dengan korek api, ataupun seperti ketika kita akan merekam
data pada sebuah disc, di mana kegiatan tersebut juga akrab disebut burn-in CD
atau DVD.
Sesuai keyakinan yang beredar di kalangan pengguna gadget, menerapkan
burn-in headset memungkinkan kita untuk memaksimalkan kualitas suara dari
headset itu sendiri. Konon, sebuah headset yang masih baru ternyata belum
memiliki kualitas suara yang maksimal, sebagaimana ketika benda itu dirancang
di pabriknya. Intinya, headset itu semestinya dirancang untuk bekerja lebih
baik daripada performa barunya. Dan untuk mencapai kualitas yang maksimal,
seorang pengguna harus menerapkan burn pada headset bersangkutan.
Kita dapat mengambil mobil atau motor sebagai contoh, banyak
yang percaya kalau kedua jenis kendaraan itu perlu melakukan running ketika
masih dalam kondisi baru hingga mencapai sekian KM, baru selanjutnya mesin dari
kendaraan itu akan lebih bertenaga. Benar atau tidak, kita serahkan saja kepada
para mekanik.
Kalau pada headset, ‘running’ atau burn-in yang dimaksudkan
ialah benda itu harus tetap dibiarkan mengeluarkan suara untuk waktu yang lama
ketika masih berstatus baru. Ada yang menargetkan seratus hingga duaratus jam,
ada yang bilang cukup duapuluh empat jam saja secara nonstop, dan ada yang
bilang duapuluh empat jam itu boleh dicicil menjadi lima hari (tak harus
nonstop). Wah! Fakta atau mitos?!
Secara logika, untuk menyalakan headset dalam waktu yang
lama, kondisi tersebut tentu menguras daya dari gadget yang difungsikan untuk
memutar file audio. Ada yang menyarankan agar gadget bersangkutan sambil
diisikan daya agar tidak mati, tetapi juga harus tetap menjaga agar gadget itu
tidak sampai kelewat penuh dan berefek pada bengkaknya baterai. Hmm… Sebegitu
pentingkah kualitas suara dari sebuah headset sampai seorang pengguna harus
demikian ‘berkorban’?
Agaknya prinsip dari burn-in headset ini sebenarnya terlalu
berlebihan, atau istilah kerennya ialah lebay. Tak dipungkiri kalau sejumlah headset
yang masih baru memang belum memiliki kualitas suara yang maksimal, sebagaimana
ketika benda itu dirancang di pabriknya. Tetapi perlu kita tekankan kalau ini
hanya kita sebut “sejumlah”, bukan “semua”, dan bahkan kita dapat menyebutnya
sebagai kasus yang jarang terjadi.
Gejala dari headset yang masih tidak bekerja secara optimal
itu biasanya cukup kentara, seperti tersendat-sendatnya suara yang cukup
teratur—misalkan setiap satu detik sekali, atau dua detik sekali. Kalau sudah mengalami
pengalaman buruk demikian untuk sebuah benda baru, banyak dari kita tentu
cemberut. Namun, bukan berarti kita harus menerapkan burn-in pada headset
bersangkutan. Sama sekali tidak perlu!
Hal yang perlu dilakukan ialah pastikan headset itu bukan patah
atau memang mengalami kerusakan secara fisik. Regangkan dan pastikan juga kalau
kabel dari headset tidak terlipat, terlepas, atau membentuk simpul. Dan kalau
memang tidak ada masalah, umumnya pemakaian secara normal selama beberapa menit
sudah cukup untuk membuat headset itu mencapai kualitas yang maksimal. Ada
saatnya masalah bisa kembali muncul ketika kita menggunakannya di lain waktu
setelah sempat kita istirahatkan. Namun, setelah dua atau tiga hari pemakaian
wajar, kondisi tidak akan berulang lagi.
Jadi, masalah gangguan kualitas pada headset yang masih baru
adalah fakta. Tetapi diperlukannya aktivitas burn-in untuk mengatasinya adalah
mitos yang konyol. Terlebih bagi sejumlah pengguna yang sebenarnya tidak
mengalami masalah terhadap headset-nya, namun tetap menerapkan burn-in dengan
harapan bisa memeroleh kualitas suara yang lebih baik lagi dari yang sebenarnya
memang sudah baik-baik saja, sangat sia-sia belaka. Seandainya ada yang tetap mengklaim
adanya peningkatan kualitas setelah burn-in, maka itu lebih pada pengaruh
psikologis.
Lagipula, dewasa ini kualitas dari hiburan musik tidak
sekadar dipengaruhi oleh headset, tetapi juga file, aplikasi, serta setting
yang diterapkan. Ketika sebuah headset dengan merek top dipadu dengan file yang
berkualitas rendah, jelas saja kualitas audio yang dihasilkan tidaklah
memuaskan. Di sisi lain, kita juga mengenal sejumlah setting atau fitur seperti
equalizer, Dolby, dan sejenisnya yang akan sangat berpengaruh pada kualitas
audio yang dihasilkan.
Untuk pengalaman menikmati hiburan musik yang memuaskan,
cukup sediakanlah headset yang berkualitas, file yang juga berkualitas, beserta
aplikasi canggih dan setting yang tepat. Usah ‘membakar’ headset Anda!