Kisah Mantan Pecandu
Obat Terlarang
Oleh: Lea Willsen.
“Hidup menjadi tak terkontrol. Seharusnya saya
bersedih, ketika teman jatuh dari tangga karena ulah saya. Lah, saya justru
menertawakannya! Dan bukan meminta maaf, malah saya tendang lagi dia...”
Sobat muda, sebait kalimat yang Anda baca di
atas bukanlah kalimat dari sebuah cerpen, melainkan cerita seorang teman kepada
penulis pada suatu malam, tentang dirinya di masa lalu, ketika sedang dalam
kondisi fly akibat mengonsumsi obat terlarang.
Dewasa ini, kita semua tahu, obat terlarang
bukanlah sesuatu yang baik untuk dikonsumsi. Selain dapat merusak mental dan
masa depan, dari segi kesehatan juga akan berpengaruh negatif, bahkan berakhir
dengan melayangnya nyawa! Tentu, bukan sekali dua kali saja kita pernah melihat
atau membaca peringatan-peringatan agar menjauhi obat terlarang, baik melalui
buku, internet, televisi, koran, selembaran, ataupun mendengarnya secara langsung dari
orang-orang terdekat kita. Namun, angka pecandu obat di Indonesia masih saja
memprihatinkan. Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional Pusat dan
Universitas Indonesia pada 2011, sekitar 3,8 juta jiwa atau 2,2% dari jumlah
penduduk Indonesia adalah pecandu narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba).
Peringatan-peringatan yang disebutkan tadi pun (seakan) diragukan oleh para
pecandu obat.
Apa sebenarnya yang telah mendorong keinginan
seseorang untuk coba mengonsumsi obat terlarang, tanpa menghiraukan atau merasa
takut terhadap efek sampingnya? Pada kesempatan kali ini-agar segalanya lebih
jelas sesuai dengan fakta-penulis telah mempersiapkan satu bagian wawancara
bersama seorang narasumber yang merupakan mantan pecandu obat. Dia adalah
seorang yang spesial! Mengapa? Memang benar, tak sedikit individu yang menjadi
pecandu obat, sebagian juga mampu sembuh kembali, tetapi sangat sedikit yang
bersedia berbagi kisah untuk kita semua, sekali pun penulis telah berulangkali
menjelaskan bahwa identitas narasumber tak akan dipublikasikan.
Silakan membaca kisah narasumber kita-dimulai
dari pertama mengenal obat terlarang, hingga bagaimana kemudian sanggup
melepaskan diri kembali-yang tentunya akan menginspirasi serta memberi manfaat
positif untuk kita renungkan.
+Saya sangat salut serta berterima kasih, Anda
telah bersedia meluangkan waktu Anda untuk menjadi narasumber dan membagikan
pengalaman hidup Anda. Anda kini berusia berapa?
-Sekarang usia saya 55 tahun.
+Terdapat berbagai macam obat-obat terlarang
yang beredar. Obat terlarang seperti apa yang dulu Anda konsumsi?
-Lexotan, pil BK, rohypnol, morphin, kokain
dan juga ekstasi...
+Anda mulai mengonsumsinya di usia ke berapa?
Mengapa? Karena ajakan teman, atau berbagai faktor lain yang mungkin membuat
Anda menjadikan hal tersebut sebagai suatu pelarian atau pelampiasan?
-Saya mulai mengonsumsinya di usia 19, Selain
ajakan teman juga karena broken home, dan yang terparah adalah broken heart.
+Bila sekarang kembali diingat-ingat, adakah
hal-hal negatif tertentu yang telah pernah Anda lakukan tanpa sengaja, selagi
dalam pengaruh obat? Jika pernah, apa akibatnya?
-Banyak hal negatif yang telah saya lakukan
akibat pengaruh obat tersebut, seperti berkelahi, mencuri dan juga mengganggu
orang sekitar.
+Bagaimana sikap keluarga Anda-seperti
orangtua dan saudara-menanggapi kenyataan bahwa Anda saat itu telah menjadi
seorang pecandu obat? Mereka marah, sedih, dan bersama-sama
menasihati/mendukung Anda untuk berubah?
-Saat itu, keluarga saya bukan menasihati,
malah mengusir saya dari rumah. Hal inilah yang kemudian membuat saya semakin
bebas mengonsumsi obat terlarang.
+Sebagian obat demikian memiliki harga jual
yang selangit. Dari segi keuangan, pernahkah Anda menghadapi kesulitan untuk
memenuhi kebutuhan membeli obat-obat demikian? Bila pernah, apa yang Anda
lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut?
-Sangat sering... Biasanya kami berkelompok
dan saling berbagi atau mencari bos agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Bila sudah terpepet apa pun akan saya lakukan seperti menipu, bahkan mencuri
dan memeras orang.
+Secara fisik, pernahkah Anda merasa sakit,
sengsara, atau sebagainya akibat ketergantungan terhadap obat demikian? Bisa
diceritakan?
-Secara fisik sudah pasti saya merasakan
kesengsaraan yang hebat, ketika saya tak dapat mengonsumsi obat-obat tersebut.
Rasanya seperti seluruh sendi ditusuk oleh jarum, otak menjadi tak dapat
berpikir panjang. Bahkan timbul juga keinginan untuk menyakiti diri sendiri.
Berpikir bahwa lebih baik mati bila tak dapat mengonsumsi obat tersebut. Ini
disebut sakao (sakit karena obat).
+Berapa tahun Anda menjadi pecandu? Lalu, apa
yang kemudian memotivasi Anda untuk berubah?
-26 tahun saya menjadi pecandu. Saya mulai
ingin berubah semenjak ibu saya meninggal dan saya bertemu dengan seorang biksu
yang sabar dan tekun memberi nasihat kepada saya.
+Metode penyembuhan seperti apa yang ditempuh?
Sulit?
-Saya berobat dengan masuk ke RSKO
Fatmawati-biaya sepenuhnya ditanggung oleh biksu-dilanjutkan dengan metode
semedi yang juga dibimbing oleh biksu. Soal kesulitan..., sungguh minta ampun
sulitnya! Saya yakin bila pada saat itu tidak dibantu dengan kasih sayang dan
kesabaran yang tiada tara dari suhu (panggil saya kepada biksu tersebut), saya
pasti terjerumus kembali.
+Di saat Anda sedang berusaha untuk terbebas
dari obat-obat terlarang, pernahkah ada orang-orang tertentu-misalkan teman
sesama pecandu-yang masih terus menggoda Anda untuk tidak berhenti? Bila
pernah, apa yang Anda lakukan menanggapi hal itu?
-Saya bersyukur, karena setelah terbebas dari
obat-obatan, saya dibawa ke tempat yang agak terpencil hingga saya putus kontak
dengan teman-teman pecandu saya. Sampai terakhir ketika suhu meninggal, saya
baru kembali ke Jakarta, dan... ternyata banyak teman pecandu yang sudah
meninggal akibat OD (over dosis)! Beberapa yang masih hidup mengajak saya
sekadar pergi dugem, tapi tidak saya tanggapi, mengingat betapa sengsaranya
saya ketika menjalani proses penyembuhan. Selain itu, saya juga harus
menghargai upaya almarhum suhu yang telah begitu baik, tulus dan sabar agar
saya dapat kembali ke jalan yang benar.
+Kini, tentu Anda sudah sembuh. Apa hikmah
terbesar yang Anda peroleh dari semua kejadian itu?
-Hikmah terbesar adalah akhirnya kini saya
telah berumah tangga, dan tidak minder lagi dalam bermasyarakat.
+Pertanyaan terakhir. Terkait topik yang kita
bahas, adakah saran atau pesan yang ingin Anda sampaikan kepada adik-adik
remaja yang membaca kisah Anda ini?
-Saran dan pesan saya, jangan pernah mencoba
obat/zat adiktif apa pun alasannya! Dan kepada orangtua, berilah kasih sayang
kepada anak kalian, serta perhatikanlah tingkah laku anak-anak kalian sebelum
terlambat. Terima kasih!
Sobat muda, demikianlah akhir dari wawancara
bersama narasumber kita. Jangan coba-coba mengonsumsi obat terlarang! Setiap
kita akan mencoba suatu hal baru, mungkin kita selalu memiliki alasan yang
kuat. Tetapi dalam hal terkait obat terlarang, sekali kita telah kecanduan,
maka untuk sembuh kembali bukanlah persoalan mudah. Bentengilah selalu diri
kita dengan keyakinan terhadap agamaagama apa pun itu.
Untuk para orangtua, seperti yang disampaikan
oleh narasumber kita, berilah kasih sayang kepada anak Anda. Bila Anda berpikir
bahwa sikap anak Anda sudah tak tertolong lagi dan sepantasnya ditelantarkan,
maka kesalahan terbesar adalah sebenarnya Anda masih belum memahami bagaimana
cara mengasihi anak Anda dengan benar. Beberapa anak mungkin memerlukan perhatian
ekstra. Itu adalah tantangan untuk Anda sebagai orangtua. Semoga!
* Awal
April 2012
Muat di Harian Analisa