Pada 12 Juni 2013 (tanggal 5 bulan 5 Lunar),
diperingati sebagai Hari Bacang atau yang lebih sering disebut sebagai Hari
Raya Peh Cun. Di Indonesia tentu hari
tersebut hanya diperingati oleh suku tertentu—Suku Tionghoa—dan tidak sampai
dicantumkan sebagai tanggal merah pada kalender. Namun, ternyata pada negara
lain seperti China, Taiwan dan lainnya, Hari Bacang merupakan satu dari tiga
hari besar yang dianggap paling penting, yakni dua di antaranya ialah: Hari
Raya Imlek (Chun Jie), dan Hari Raya
Tiong Chiu (Zhong Qiu Jie).
Bacang sendiri merupakan nama dari sebuah kue
berbentuk empat kerucut yang dibungkus daun, dengan isi bervariasi seperti:
ketan, daging, jamur, kacang, telur, dan lain sebagainya, tergantung selera.
Akan tetapi, ternyata bacang memiliki sejarah serta kisah kesetiaan seorang
sastrawan sekaligus pejabat, Qu Yuan (baca: Chi Yen) yang cukup terkenal.
Sejarah
Dikisahkan pada masa 475-221
SM—Dinasti Zhou—Tiongkok terbagi menjadi tujuh negara yang saling bertikai.
Salah satunya, negara Qin dikenal sebagai negara yang paling agresif, dan
senang menindas keenam negara lain yang lebih lemah. Sastrawan Qu Yuan
merupakan seorang pejabat besar dari negara Chu, yang cukup cerdas untuk
kemudian mengeluarkan ide serta berperan aktif dalam menyatukan keenam negara
yang kerap ditindas untuk melawan agresi negara Qin. Oleh sebab itu, Qu Yuan
pun menjadi tokoh yang cukup diperhitungkan pihak lawan.
Sayangnya, pada masa itu negara Qin
menggunakan siasat licik untuk berpura-pura menawarkan perdamaian kepada Kaisar
Chu Huai (kaisar negara Chu), dan mengarang cerita-cerita palsu yang
menyebabkan Kaisar Chu Huai menjadi kurang begitu percaya kepada Qu Yuan. Suatu
ketika negara Qin mengundang Kaisar Chu Huai ke ibukota mereka, sebenarnya Qu
Yuan telah membaca siasat jahat musuh, dan melarang keras kepergian Kaisar Chu
Huai. Tetapi, karena penilaian Kaisar Chu Huai terhadap Qu Yuan telah terlanjur
diracuni, perkataan Qu Yuan pun diabaikan.
Masa
itu Qu Yuan mengalami perasaan sedih yang amat mendalam. Kaisar Chu Huai pun memenuhi
undangan dari negara Qin. Kemudian, apa yang menjadi kekhawatiran terbesar Qu
Yuan pun benar-benar terjadi. Kaisar Chu Huai dibunuh di negara musuh! Dalam
situasi darurat itu, negara Chu kemudian mengangkat Kaisar Chu Xiang untuk
memimpin negara. Ironisnya, Kaisar Chu Xiang bukan hanya tidak berniat
menegakkan keadilan untuk Kaisar Chu Huai yang dibunuh musuh, tetapi justru
mengangkat Kaisar Qin menjadi ayah angkat.
Ditambah
lagi dengan keberadaan beberapa pejabat yang telah menerima suap dari negara
Qin, Kaisar Chu Xiang diusulkan untuk menyerah kepada negara Qin. Mendengar hal
tersebut, Qu Yuan pun kembali melarang keras usul itu, dan berdebat dengan
Kaisar Chu Xiang, hingga kemudian dicopot dari jabatan, dan dikirim ke tempat
pembuangan manusia di Chang Sha.
Sembilan
tahun hidup dalam ketragisan di mana harus menghadapi kenyataan bahwa negara
Chu telah hancur di tangan Kaisar Chu Xiang, serta nasib keluarganya yang
berantakan, akhirnya Qu Yuan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan menceburkan
diri ke Sungai Mi Luo (sekarang Sungai Qian Tang di propinsi Zhe Jiang). Tanggal
5 bulan 5 Lunar, sastrawan Qu Yuan pun meninggal pada usia 62 tahun.
Rakyat
yang selama ini yakin bahwa Qu Yuan adalah tokoh yang selalu berpihak kepada negara
Chu amat bersedih atas keputusan Qu Yuan. Mereka berusaha keras untuk menemukan
jenazah Qu Yuan, namun sia-sia. Karena berharap agar jenazah itu jangan sampai
diusik (baca: dimakan) oleh binatang-binatang air, akhirnya rakyat negara Chu
pun sepakat untuk membungkus nasi dan makanan-makanan lainnya untuk kemudian diceburkan
ke Sungai Mi Luo, agar dapat dimakan oleh binatang-binatang air. Nasi dan
makanan-makanan itulah yang kemudian kini dikenal sebagai kue bacang.
Dalam
versi lain yang tidak berbeda jauh, sastrawan Qu Yuan juga dikisahkan sebagai
seorang pejabat cerdas yang memiliki pengaruh besar. Buku karyanya dengan judul
“Chun
Tzu” (Ratapan Negeri Tzu)
dan juga “Li Sao” (Menapaki
Kesedihan) merupakan
buku yang populer di masa itu. Karena terlalu gemilangnya karir Qu Yuan,
terdapat banyak lawan politik yang hendak menjatuhkannya.
Lawan-lawan
politik Qu Yuan bukan hanya membenci Qu Yuan, tetapi pada dasarnya kebanyakan
dari mereka adalah pejabat tak setia yang merencanakan kudeta. Mereka sempat
menawarkan kerja sama, tetapi ditolak oleh Qu Yuan. Penolakan itu jugalah yang
kemudian membuat mereka semakin memusuhi Qu Yuan.
Suatu
ketika kaisar negara Chu sakit, para pejabat pengkhianat itu pun menekan tim
medis untuk mengeluarkan larangan garam terhadap kaisar. Akibatnya, kondisi
kaisar menjadi semakin memburuk dan hanya dapat terbaring lemas di atas
ranjang. Selidik demi selidik, Qu Yuan berhasil mencium siasat licik itu.
Namun, dikarenakan terdapat kesulitan-kesulitan tertentu yang kala itu sulit
dihadapi, Qu Yuan tak dapat berbuat banyak, selain diam-diam
membungkus garam dalam daum bambu dengan empat kerucut, lalu menggantung
bungkusan itu di langit-langit ranjang kaisar dengan maksud agar garam itu menetes sedikit
demi sedikit di atas mulut kaisar,
dengan harapan kesehatan kaisar dapat segera pulih kembali.
Hal yang tak terduga, di kemudian hari ketika
bungkusan garam itu ditemukan, Qu Yuan justru dituduh sebagai orang yang telah
meracuni kaisar, sehingga kondisi kesehatan kaisar kian memburuk. Qu Yuan
mengalami depresi berat akibat tuduhan terhadap dirinya. Dan untuk menghindari
pengadilan serta jeratan hukum yang tak semestinya ia terima, akhirnya Qu Yuan
pun lebih memilihi mengakhiri hidup sendiri secara terhormat dengan menceburkan
diri ke Sungai Mi Luo.
Hari Bacang di Indonesia
Di
Indonesia, Hari Bacang juga merupakan salah satu hari istimewa bagi Suku
Tionghoa. Setiap tahunnya, sebagian besar—tergantung kepercayaan yang dianut—keluarga
Suku Tionghoa memiliki kewajiban untuk membuat bacang yang kemudian
disembahyangkan kepada leluhur dan dewa, kecuali keluarga yang tengah
berkabung. Namun, itu adalah pandangan lama. Modernnya, kini bacang boleh
dibeli dari orang lain, tanpa harus repot-repot membuatnya sendiri.
Hal
unik lain yang terdapat pada tanggal 5 bulan 5 Lunar, setiap pukul 12 siang,
telur dapat didirikan tegak. Ah, masak?! Ya, ini memang sulit masuk di akal.
Namun, sebuah klipingan (koran Analisa) yang tersimpan dalam PC penulis di
tahun 2009 menunjukkan bahwa hal itu benar adanya. Acara itu digelar oleh
Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Sumut pada Kamis, 28 Mei
2009.