SEBERAPA seringkah terdengar oleh kita suara
petasan atau kembang api yang keras dalam kurun waktu setahun? Jawabannya
adalah sering! Hampir pada setiap perayaan-perayaan hari besar, suara bedebam-bedebum
itu terdengar di berbagai kota dan lokasi yang memiliki penduduk yang
merayakannya. Salah satunya adalah Hari Raya Imlek, di mana pada hari pertama
dan juga hari kesempilan biasanya warga yang merayakan Imlek akan menjadikan
petasan sebagai sebuah permainan untuk memeriahkan suasana malam.
Tak dapat dipungkiri, permainan petasan itu
begitu mengesankan, terlebih bagi anak-anak. Bisa dikatakan hingga kini pun
permainan itu tak dapat tergantikan oleh permainan-permainan modern, seperti
video game dan sejenis lainnya. Yang memainkan petasan ternyata juga bukan
hanya anak-anak, tetapi bahkan orang dewasa sekalipun! Dan ini ironis.
Katakanlah anak-anak masih tak kenal bahaya, tetapi orangtua yang semestinya
memberi bimbingan serta contoh baik justru juga ikut-ikutan bermain petasan.
Padahal, dari zaman Belanda pun—tahun 1940—petasan dan kembang api telah
menjadi sebuah permainan yang dilarang. Satu kata yang menjadi alasan kuat
kalau petasan itu dilarang tak lain adalah; bahaya!
Jangan ada seseorang yang mengatakan tak tahu
kalau petasan itu berbahaya. Kita semua pastinya telah tahu, atau minimal
pernah mendengarnya dari orang lain. Petasan dan kembang api itu identik dengan
api. Bunyi pepatah; janganlah bermain api.
Makna yang terkandung dari pepatah ini adalah agar kita tetap ingat untuk tidak
mencoba atau melakukan hal-hal yang berbahaya. Di sini api ditempatkan sebagai
objek yang berbahaya. Kenyataannya, ketika sedang bermain petasan dan kembang
api, tanpa sadar kita telah menjadikan bahaya sebagai sebuah permainan.
Bahaya petasan dan kembang api
Kita boleh tak percaya atau tak takut kalau
petasan dan kembang api itu berbahaya. Kenyataannya telah dijumpai berbagai
kasus kalau permainan petasan itu merugikan kesehatan, mengancam keselamatan,
bahkan dapat merenggut nyawa!
Data untuk tahun 2009, tercatat 116 kasus luka
bakar akibat permainan petasan di Indiana. Hampir satu dari enam penderita
mengalami cedera mata, dan setengahnya adalah anak-anak. Kasus lain menimpa
seorang bocah berusia 11 tahun dari dalam negeri. Empat jari tangan kirinya
hilang akibat petasan yang dibelikan oleh sang ayah meledak di tangan. Selain
itu, pada acara menyambut Tahun Baru 2012 lalu, di Italia tercatat kasus 561
orang yang terluka akibat permainan kembang api, dan juga 2 orang yang
meninggal dunia. Dari jumlah 561 orang yang terluka, 76 di antaranya adalah
anak di bawah 12 tahun.
Tak kalah heboh dengan kasus di Filipina yang
pernah diberitakan washingtonpost.com,
739 orang terluka pada malam perayaan Tahun Baru, 712 di antaranya—lagi-lagi—akibat
bermain petasan.
Cerita berikutnya datang dari masa kanak-kanak
penulis sendiri. Jelang malam pergantian Tahun Baru Imlek, bibi penulis tak
pernah lupa membelikan sebungkus kembang api dengan kota bergambar Power
Rangers untuk dimainkan pada malam pergantian tahun nanti. Maksud hati
menyayangi dan ingin menyenangkan hati penulis kala itu, siapa sangka ternyata
percikan dari kembang api itu justru mendarat di kepala penulis, dan satunya di
kaki. Percikan berupa partikel keras itu tertanam di dalam daging lumayan
dalam, dan menimbulkan rasa yang teramat sakit ketika harus dikeluarkan. Sejak
saat itu tak pernah ada lagi acara kembang api segala. Dan itu bagus, daripada
timbul lagi masalah yang lebih besar.
Bahan berbahaya dalam kembang api
Pernah terpikirkankah oleh Anda, mengapa
kembang api itu dapat demikian indah dan menghasilkan warna biru, hijau, merah,
dan lainnya? Di balik keindahan kembang api, terdapat banyak bahan berbahaya
dan bahan bersifat kimiawi yang beracun.
Atom dijadikan bahan paling umum untuk
menciptakan warna-warni indah kembang api. Merah crimson didapat dari stronsium, merah kekuningan dari kalsium, hijau kekuningan dari barium,
hijau terang dari lithium, hijau zamrud dari tembaga, hijau
rumput dari tellurium, hijau kebiruan dari thallium, hijau
keputihan dari seng, biru muda dari arsenikum, timbal,
atau selenium, sementara ungu dari cesium, dan masih banyak lagi
variasi warna dengan bahan lainnya.
Dengan
kandungan-kandungan yang disebutkan di atas, tentu kembang api sangat berdampak
buruk bagi manusia dan lingkungan, apalagi yang secara langsung berada dalam
jarak dekat. Senyawa-senyawa tembaga yang dipakai untuk
menghasilkan warna biru akan menghasilkan dioxin yang dapat memicu kanker. Kembang api yang meledak di atas langit tidak
lantas melenyapkan bahan-bahan berbahaya itu, tetapi akan terjatuh kembali ke
Bumi sebagai limbah yang mencemari lingkungan hidup sekitar kita.
Untuk kebaikan bersama
Sebagai segmen penutup dari tulisan ini,
marilah coba bersama kita renungkan, sebenarnya lebih banyak untung atau rugi
yang diperoleh dari permainan petasan dan kembang api? Kalaupun kita dapat
mengabaikan keselamatan diri sendiri, kita juga masih harus bertanggung jawab
atas keselamatan orang lain. Selain berbahaya untuk manusia dan lingkungan,
secara tidak langsung suara ledakan petasan dan kembang api juga sangat
mengganggu. Kita dapat beranggapan kalau hari besar itu adalah hari di mana
setiap orang memiliki hak untuk merayakannya, tetapi bagaimana bila ternyata suara itu telah membangunkan
seorang jompo berusia tujuh puluh tahunan yang semestinya teramat membutuhkan
tidur yang berkualitas?
Marilah rayakan Imlek dengan kegiatan yang
bermutu. Katakan tidak pada petasan dan kembang api!
***
Penulis: Lea Willsen
Awal Januari, 2013
http://myartdimension.blogspot.com
Muat: Rubrik TRP, Harian Analisa, Medan-Sumut, 03-02-1013