(Sebuah Renungan untuk Para Anak di Hari Ibu)
Oleh: Liven R
Besar kasihmu, Ibu
melebihi kasih rembulan terhadap malam
yang ‘kan indah hanya bila purnama…
seumpama surya menerangi bumi,
pun sesekali terhalang mendung…
Besar kasihmu, Ibu
menantang ego waktu
tiada terkikis tiupan angin maupun badai…
Di masa kecilku,
gerimis malam yang jatuh di atap
adalah dongeng tentang dewi kasih
yang merinaikan cinta di beranda hati kita
atau, kisah tentang istana nun jauh di sana
yang berselimut awan kebahagiaan…
hingga, aku terlelap dalam pelukan hangat
bersama senyum dan impian
‘tuk menggapai bintang nan tinggi di langit…
Kala itu, lukisan budi dan bakti di setiap tutur teladanmu
adalah cermin tempatku berkaca yang teramat bening…
dari musim ke musim,
bunga cintamu tak ranggas di tangkai jiwaku…
Seiring waktu,
terlalu banyak lelah dan kecemasan akanku
tercecer di pusaran masa-masaku beranjak dewasa…
Ada airmata dan doamu yang tak pernah kering
tatkala peristiwa dunia telah menjelmakan rintihan pilu
memenuhi ruang batinku…
amarah dan kecewa kerap kualamatkan padamu…
kulangkahkan kaki jauh dari dekapanmu…
nasihat dan teguranmu,
adalah hembusan angin yang tak meninggalkan jejak
walau hanya berupa setitik debu….
Kini, terlalu sulit untuk mengingat kembali
cermin lukisan budi dan bakti di kala kecil itu…
dan, kerap kutumbuhkan ribuan tanganku mengetuk pintu neraka
hingga, membarakan api pemusnah raga…
Namun, besar kasihmu, Ibu…
senantiasa memadamkan bara
dan menawarkan kembali surga untukku
dengan ribuan maaf dan maaf
yang tak pernah habis…
Semenjak tangisan pertamaku, Ibu
detik telah berparas dasawarsa….
bila kini ada yang kusesalkan,
adalah sosokmu yang kian menuju tua
dan helai-helai putih di pelipis itu…
Ah, mengapa kita membiarkan
waktu berlari demikian cepat?
mengapa kita lupa menghentikan waktu?
tidakkah kita sanggup memutar kembali
masa-masa seperti dulu?
Andai kusadari sejak dulu,
tak ‘kan kubiarkan musim semi berganti gugur
tanpa baktiku untukmu…
Namun, bukankah masih ada waktu?
mari dengarkan bisikan hatiku, Ibu
:maafkan aku, untuk segala tangis dan kecewa
yang pernah kulukiskan di dadamu…
terima kasih untuk pelukan dan cintamu
yang telah menemani di sepanjang perjalanan hidupku…
mari biarkan musim dingin tahun ini
hingga jutaan helai almanak kelak,
berlalu dalam kehangatan cinta kita…
Medan, akhir Nopember 2011
*E-mail: lie.liven@gmail.com
*Blog: myartdimension.blogspot.com
(Harian Analisa, 18 Desember 2011)