Oleh : Lea Willsen.
Penumpang yang berdesak-desakan duduk di atas atap gerbong kereta api, pemandangan tersebut tentu tak lagi asing di negara kita, dan sering menjadi sorotan berbagai media, bahkan terakhir menjadi topik empuk dari media luar negeri. PT KAI sendiri, sebenarnya tidak hanya berdiam diri menanggapi permasalahan memprihatinkan tersebut. Berbagai upaya seperti memasang kawat duri, menyemprotkan cat warna, ataupun memasang pagar di beberapa titik sekitar rel kereta api sudah pernah dicoba. Sayang, bukan membuahkan hasil, tetapi peralatan-peralatan itu justru sengaja dilepas atau dirusak oleh penumpang yang ‘ngotot’ untuk menaiki atap gerbong, yang bila dibayangkan saja pastinya tak nyaman dan jauh dari aman.
Terakhir, Selasa 17 Januari lalu, PT KAI mulai melakukan upaya penertiban baru dengan memasangkan bola-bola beton seberat 3 kilo dengan jarak hanya 25 senti dari permukaan atap gerbong, dengan digantungkan pada tiang-tiang yang tertancap di sisi rel. Masing-masing tiang terdiri dari 12 biji bola beton. Dari pihak PT KAI, upaya tersebut diakui berjalan dengan efektif-atap gerbong menjadi bersih dari atapers (sebutan untuk para penumpang atap gerbong)-dan pemasangan masih akan terus dilanjutkan pada jalur-jalur lainnya. Akan tetapi, di sisi lain terjadi pro-kontra pada kalangan masyarakat mengenai keberadaan bola-bola beton tersebut.
Seorang penelepon pada sebuah acara berita televisi terang menunjukkan nada emosinya yang menyatakan kekecewaannya atas tindakan pemasangan bola beton yang dianggap hendak mencelakakan masyarakat. Di lain pihak, PT KAI juga dituding melanggar HAM. Lalu, pihak manakah yang semestinya disalahkan?!
Perlunya Kesadaran
Wajar ketika atapers merasa benci, atau takut melihat deretan bola beton yang bergelantungan 25 senti di atas atap gerbong. Praktis, dalam kejengkelan itu, tak ada yang berani lagi menumpang di atas sana. Namun, terlepas dari ada atau tidaknya bola beton, bukankah pada dasarnya duduk di atap gerbong memang sangat berbahaya?! Bukan hanya berbahaya bagi diri sendiri, tetapi juga orang lain! Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh Kepala Pengamanan Daops I PT KAI, Achmad Sujadi yang diterbitkan pada salah satu media online, 2005 lalu pernah ada kejadian seorang penumpang yang duduk di dekat pintu kejatuhan penumpang dari atap, kemudian meninggal. Kalau sudah demikian, tiada guna menyesal ataupun menyadari kesalahan yang terlanjur menjelma maut.
Dan lagi, berbicara soal pelanggaran HAM, dari kacamata penulis, tudingan tersebut seolah-secara tidak langsung-mensahkan bahwa atap gerbong memang boleh ditumpangi siapa pun! Demikian juga atap taksi, bus, dan juga berbagai alat transportasi umum lainnya. Jika kereta api boleh, mengapa tidak mencoba pada yang lain? Hmm..., bisa dibayangkan betapa meresahkannya pemandangan tersebut. Padahal, sejak semula kita semua telah tahu bahwa tindakan tersebut merupakan suatu sikap ketidakpatuhan terhadap peraturan-peratuan yang telah diberlakukan. Dikarenakan kebiasaan melanggar, maka menaiki atap gerbong seolah menjadi hal yang wajar.
Di sisi lain, semestinya atapers juga harus bersikap dewasa untuk mempertimbangkan keselamatan, itu merupakan poin terpenting daripada alasan dan tuntutan apapun. Bola beton mungkin sepintas memang membuat kita menaruh benci pada pihak PT KAI, namun bila dipikirkan lebih dalam, PT KAI sendiri juga tidak memeroleh keuntungan apapun dengan semua tindakan itu yang malah membutuhkan biaya tambahan. Semua dilakukan demi tujuan kebaikan bersama; rasa nyaman dan aman bagi penumpang, serta menghindari kejadian yang tak diharapkan. Kalau terjadi sesuatu yang menyangkut melayangnya nyawa manusia, tentu PT KAI sendiri juga merasa tak adil bila dilibatkan sebagai pihak yang wajib bertanggung jawab.
Bola beton boleh diibaratkan sebuah kebijakan hukum yang berlaku pada suatu negara, untuk memelihara suatu keharmonisan. Ketika seseorang tak melakukan pelanggaran, tentu tak akan terjerat hukum. Dan ketika seseorang tidak menaiki atap gerbong, tentu tak perlu takut akan dicelakai oleh bola beton. Bukankah demikian?!
Harapan Masyarakat
Hal yang diyakini sebagai salah satu sebab atap gerbong sering dipadati penumpang ialah kurangnya daya tampung yang disediakan oleh PT KAI. Menyedihkan memang, ketika kita harus membatalkan suatu perjalanan karena kehabisan ruang di dalam gerbong. Apalagi bila berkaitan dengan tanggung jawab pekerjaan, keinginan untuk bersua dengan orang-orang terkasih yang telah lama berpisah.
Menanggapi keluhan masyarakat, PT KAI juga berencana mengatasi masalah tersebut dengan menambah armada atau gerbong. Masyarakat tentu berharap, agenda tersebut tidak sekadar agenda, dan dapat direalisasikan sesegera mungkin guna menjawab kebutuhan masyarakat. Bola beton efektif mencegah naiknya penumpang di atas atap gerbong, namun tentu hanya bersifat sementara waktu, sebelum semuanya berubah menjadi amarah dan masalah baru yang lebih besar, bila PT KAI tidak sigap untuk memberikan perlayanan terbaik.
Akhirnya, mari dinginkan kepala untuk menilai dari segi positif, dan selesaikanlah masalah ini tepat pada sasaran. Semoga!***
Thursday, February 2, 2012
Bola Beton vs Atapers
Posted by Art Dimension
Art Dimension Updated at: 2:35 PM
0 Komentar Blogger
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Entri Populer
-
Teknologi SIM ganda pada smartphone bukan lagi hal baru di dunia pergawaian. Hampir semua merek memiliki model smartphone yang dibekali...
-
Foto: Rizka Amita Bermunculannya smartphone yang menggunakan slot model hybrid dari yang murah hingga mahal selangit, sedikit banya...
-
Menyambung postingan sebelumnya yang membahas tentang salah satu game balap berkualitas yang ada pada sistem operasi Android, yaitu N...
-
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang perlu dan pentingnya sikap sopan-santun bagi kita semua. Karena, sikap sopan-santun ...
-
Tentu, dalam menciptakan suatu karya tulis, penulis-penulis cenderung lebih memprioritaskan MAKNA KATA daripada sakadar BUNYI KATA. Cara ...
-
Sejumlah fitur baru selalu mempermanis sejumlah smartphone flagship berbagai merek, sebut saja Samsung GALAXY S7 atau S7 Edge, di mana salah...
-
Sedari zaman dulu pun, desain fisik sebuah ponsel umumnya selalu tidak luput dari kepentingan para pengguna tunanetra, atau katakanlah ...
-
Oleh: Lea Willsen SEBAGIAN orang beranggapan kalau belajar menggambar itu membutuhkan biaya yang maha...
-
Setelah lama kita mendengar kabar akan ditambahkannya tombol dislike oleh Facebook (FB), kemudian kita juga sempat menduga-duga atau be...