Tuesday, May 13, 2014

Shinigami’s Eye (Bab 1)

Oleh: Lea Willsen

Bab 1
OLEH tuntutan karier atau pekerjaan, terkadang seseorang mungkin harus mengikhlaskan diri mengikuti pergerakan gelombang kehidupan. Serupa perahu tanpa pengayuh, kita hanya berhak memilih mau menaikinya untuk coba menggapai harapan baru, atau tak mau menaikinya dan hanya terus berdiam diri pada pulau terpencil, menanti kedatangan kesempatan lain yang tidak pasti.
Hal serupa juga dialami oleh papa Leysa, Takahashi Katada, seorang alumni mawasiswa jurusan pertanian yang sudah menetap sebagai warga negara Indonesia sejak tujuh belas tahun silam, serta memperistri Linda Lin, seorang perempuan keturunan Tionghoa Indonesia, dan dikaruniai tiga anak, Takahashi Leysa, Takahashi Randy, dan Takahashi Radhi, yang baru berusia empat belas bulan.
Atasan tempat Katada bekerja di sebuah perusahaan anggur menugaskannya pindah ke Belanda untuk menjadi mandor yang mengawasi sebuah proyek perkebunan anggur yang bekerja sama dengan sebuah perusahaan besar Jepang.
Awalnya Katada tak mau. Namun karena atasan sangat mengharapkan kesediaannya—dan juga karena hanya Katada yang fasih berbicara dalam bahasa Jepang—akhirnya Katada pun menyanggupi hal itu. Bersama sang istri dan ketiga anaknya, Katada pun pindah ke Belanda untuk menetap di sana selama dua tahun.
Di sana, perusahaan telah menyiapkan sebuah rumah mewah dekat perkebunan anggur untuk Katada sekeluarga. Selain itu, perusahaan juga memberi fasilitas kendaraan, dan juga menanggung biaya pendidikan anak-anak Katada di sana. Rasanya Katada memang sulit beralasan untuk menolak permintaan atasannya. Namun, bagaimana pun juga, Katada sangat berat hati meninggalkan Indonesia. Kendati Indonesia bukan sebuah negara yang memiliki perkembangan teknologi semaju Amerika atau Jepang negara asalnya, namun Indonesia merupakan sebuah negara beriklim tropis yang dapat subur ditumbuhi berbagai jenis tanaman indah. Dan karena itu jugalah, sebagai seorang pencinta alam, Katada memutuskan untuk menetap di Indonesia.
***
APAKAH di sini juga ada mereka?
Sudah sering, Leysa mendapatkan pertanyaan demikian, baik dari keluarga, sahabat atau teman, bahkan guru-guru di sekolah yang merasa penasaran dengan kemampuan aneh yang dimiliki Leysa. Ya, sejak kecil, Leysa memiliki kemampuan untuk melihat makhluk halus. Di zaman modern, mungkin orang-orang akan menyebut kemampuan aneh itu sebagai indra keenam yang hanya dimiliki oleh anak indigo. Namun, saat berusia tujuh tahun, Leysa pernah dibawa ke Jepang untuk dipertemukan dengan seorang peramal sakti yang kemudian menjelaskan kepada Katada bahwa kemampuan aneh itu disebut ‘shinigami’s eye’ atau mata malaikat pencabut nyawa.
Peramal sakti tak menjelaskan sebab mengapa Laysa memiliki shinigami’s eye. Namun ia mengatakan bahwa seiring waktu dan usia yang terus bertambah, akan semakin banyak hal-hal menyeramkan yang dapat terlihat oleh Leysa. Bahkan, mungkin juga Leysa akan memiliki kemampuan untuk mengetahui atau menyaksikan kematian seseorang, sebelum hari itu benar-benar tiba.
Perlahan, apa yang dikatakan oleh peramal sakti pun semakin nyata dirasakan oleh Leysa. Hal itu disadari Leysa saat pertama kali menginjakkan kaki di kelas SMP. Ia merasa di sekitarnya sangat ramai disesaki orang-orang yang sedang sibuk berbicara dalam sebuah rapat. Padahal, saat itu masih pagi, dan di kelas hanya ada ia dan ketiga temannya.
Memang, dapat melihat makhluk halus bukan lagi sebuah hal baru bagi Laysa. Akan tetapi, terkadang ia juga dapat merasakan takut...
***

Kembali ke Prolog untuk membaca bab lain

Telah dimuat di Harian Analisa
foto: Toni Burhan

No comments:

Post a Comment

Silakan centang "Notify me" agar Anda memeroleh pemberitahuan.