Sunday, June 9, 2013

Pentingnya Kualitas Lingkungan Hidup



BEBERAPA hari lalu—tepatnya 5 Juni—diperingati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Momen ini diperingati pertama kali pada tahun 1972, melalui sidang umum PBB, sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran global akan pentingnya melestarikan lingkungan hidup demi kepentingan bersama.
Di Indonesia sendiri, setiap tahun momen ini biasanya diperingati dengan diterbitkan prangko-prangko peringatan yang menampilkan gambar-gambar bertemakan lingkungan hidup. Beberapa kalangan dan aktivis biasanya juga mengadakan acara seperti jalan kaki bersama, penghijauan, atau bersih-bersih lingkungan, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, agaknya hal tersebut tentu bukan sekadar aksi formalitas tahunan belaka. Setiap tindakan pelestarian lingkungan itu wajib didasari kesadaran, bukan sekadar partisipasi. Setiap dari kita bertanggungjawab untuk memelihara kualitas lingkungan hidup di sekitar, dengan pola hidup yang baik, kesadaran untuk tidak membuang sampah pada sembarang tempat, serta kemauan untuk membenahi lingkungan. Hal ini perlu diterapkan sebagai sebuah kebiasaan positif, dimulai dari diri sendiri, baru kemudian menginspirasi pihak lain.
Untuk sekarang, kita memang masih menghuni sebuah Bumi yang termasuk layak, tanpa perlu adanya rasa cemas. Tetapi, bagaimana untuk kelak? Coba saja kita bayangkan, bagaimana bila suatu hari nanti Bumi telah kehilang air bersih untuk dikonsumsi, tanah yang subur untuk ditanami buah dan sayur, serta terjadi perubahan iklim yang menyebabkan datangnya berbagai bencana, sementara kita masih tak memiliki Bumi kedua—planet penggantinya?! Ini bukan ancaman kosong, tetapi sebuah prediksi yang berpotensi menjadi kenyataan, apabila kita tetap mengabaikan kepentingan melestarikan lingkungan. Tiba masa itu, mungkin memiliki uang juga belum tentu memiliki lingkungan hidup yang layak. Mungkin juga kita semua terpaksa mengizinkan udara yang terlanjur tercemar melewati paru-paru kita agar tidak kehilangan nafas, dan mengobati rasa haus dengan air berwarna keruh yang berbau lumpur.
Think-Eat-Save
2013, oleh United Nations Environment Programme (UNEP)—Badan Lingkungan Hidup Dunia—Hari Lingkungan Hidup Sedunia ditetapkan dengan tema “Think-Eat-Save”. Melalui Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia, tema tersebut kemudian diselaraskan menjadi “Ubah Perilaku dan Pola Konsumsi untuk Selamatkan Lingkungan”. Kita mungkin bertanya-tanya, apa hubungannya antara pola konsumsi dan lingkungan hidup.
Jelas ada!
Berdasarkan data dari  Food and Agriculture Organization (FAO)—Organisasi Pangan dan Pertanian—tercatat untuk setiap tahunnya terdapat setidaknya 1,3 milyar ton makanan yang terbuang sia-sia di seluruh dunia. Padahal, berdasarkan data lain menunjukkan bahwa 1 dari 7 orang memaksakan diri untuk tertidur dengan kondisi kelaparan, sementara lebih dari 20.000 balita bahkan meninggal dunia akibat kasus kelaparan untuk setiap harinya.
Kebiasaan manusia di seluruh dunia yang membeli makanan dalam jumlah berlebih, kemudian berakhir dengan membuangnya dinilai sebagai tindakan pemborosan yang teramat merugikan lingkungan. Setiap makanan yang terbuang menjadi limbah dan membutuhkan waktu lama agar dapat terurai. Dan tanpa kita sadari, sebagian makanan yang terbuang itu sesungguhnya telah melalui proses produksi yang rumit serta memakan banyak biaya dan energi, baru kemudian dapat tiba di tangan konsumen. Contoh sederhana yang dapat dijelaskan, untuk memproduksi 1 liter susu saja dibutuhkan 1.000 liter air. Jika dengan adanya data 1 liter susu yang terbuang, berarti telah terbuang secara sia-sia juga sejumlah 1.000 liter air layak konsumsi. Belum lagi bila makanan tersebut merupakan makanan impor, tentu dibutuhkan juga bahan bakar untuk alat transportasi dan lain sebagainya.
Kebiasaan membuang makanan bukan hanya mubazir, tetapi yang ironisnya justru menjadi limbah yang berkontribusi banyak dalam merusak lingkungan, memicu pemanasan global, yang ujung-ujungnya berdampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan pertimbangan demikianlah, UNEP memilih tema Think-Eat-Save sebagai tema Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2013, dengan harapan masyarakat di seluruh dunia dapat berpikir secara bijak dalam berbelanja makanan, agar tidak berakhir menjadi limbah yang merusak lingkungan hidup.
Manfaat
            Upaya melestarikan lingkungan bukanlah sebuah tindakan sia-sia yang merepotkan. Kita sendirilah yang akan merasakan manfaat dari semua itu. Manfaat yang dimaksudkan bukan sekadar manfaat untuk masa mendatang—di mana belum tentu kita masih hidup di Bumi ini—tetapi juga manfaat untuk masa sekarang. Lingkungan hidup yang baik memberikan kita kehidupan yang sehat, dan sebaliknya lingkungan hidup yang buruk justru berpotensi mendatangkan berbagai penyakit bagi tubuh manusia, semisal DBD, diare, alergi, dan lain sebagainya.
Berpikir lebih jauh, dengan adanya lingkungan yang baik, kota dan negara yang bersih terjaga, tidak menutup kemungkinan akan menarik wisatawan untuk mengunjungi negara kita. Ini adalah sebuah nilai plus. Jika Anda adalah seorang yang mengikuti perkembangan berita, Anda pasti tahu, salah satu tempat wisata terkenal di negara kita pernah dikritik oleh seorang jurnalis Majalah Times gara-gara lingkungan kotor yang diibaratkan sebagai hell—neraka—oleh jurnalis luar negeri tersebut. Bayangkan saja, berapa pasang mata yang membaca pemberitaan itu, dan berapa besar negara kita harus kehilangan visitor asing, hanya gara-gara kebiasaan yang tidak melestarikan lingkungan.
Generasi Muda yang Cerdas
Kita tak dapat membalikkan waktu. Segala tindakan merusak lingkungan yang telah terlanjur terjadi di masa sembelumnya mustahil untuk dibatalkan seperti ketika kita mengeklik undo pada suatu tindakan salah pada komputer. Tetapi, bukan berarti kita juga tak dapat memulihkan kondisi. Terlebih sebagai generasi muda yang cerdas, terpelajar, lebih pantas lagi menjadikan diri sebagai teladan, dan terus mewariskan perilaku positif dalam memelihara lingkungan untuk generasi-generasi seterusnya, bahkan juga menginspirasi generasi-generasi sebelumnya.
Mulai dari sekarang berpikirlah dalam setiap tindakan, apakah itu merugikan lingkungan, dan semestinya bagaimana. Satu contoh sederhana yang paling dekat dengan keseharian remaja, penggunaan kertas. Sebisa mungkin minimalkanlah jumlah penggunaannya, dan maksimalkanlah daya guna barang yang terbuat dari hasil ‘membunuh’ pohon itu. Selain kertas, untuk barang-barang lain semisal pakaian, tas, dan apa saja itu, gunakanlah selalu selagi masih berdaya guna, agar tidak menjadi limbah yang menumpuk dan merusak lingkungan.
Jika memungkinkan, boleh juga aktif dengan berbagai kegiatan positif semisal penghijauan dan lain sebagainya, yang tentu tidak sekadar setahun sekali ketika tibanya momen Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Setuju?!
***
 Lea Willsen
Akhir Mei, 2013

No comments:

Post a Comment

Silakan centang "Notify me" agar Anda memeroleh pemberitahuan.