Saturday, March 23, 2019

Cross Ange: Putri yang Kehilangan Mahkota



Berbicara tentang anime, pasti yang pertama timbul di benak kita ya itu-itu saja, seperti Naruto, One Piece, Dragon Ball, atau Inu-Yasha. Di luar itu, ratusan hingga ribuan judul anime mungkin jarang dikenal. Tidak heran kalau mempertimbangkan dari segi episode. Kecuali Inu-Yasha, ketiga judul lain yang tersebut di atas rata-rata ditayangkan sepanjang masa. Episodenya sangat banyak, sanggup menemani seseorang dari bayi hingga dewasa. Ya, mau tidak mau, saat kamu tidak mengenal ketiganya, pasti ada teman atau saudaramu yang membahasnya!
Tetapi, bukan berarti anime dengan sedikit episode itu kalah menarik. Seperti halnya anime dengan judul Cross Ange (dibaca: En Ji), 25 episode, yang baru-baru ini saya nonton, dan hingga artikel ini ditulis saya juga baru menontonnya hingga episode ke-8. Meskipun demikian, kesan dari alur yang ditawarkan cukup kuat dan menurut saya cukup berkualitas. Bagi kalian yang sudah pernah tahu anime ini, atau tahu-tahu sedikit dari bocoran gambar atau video di Google, mungkin banyak dari kalian yang mulai berpikir melenceng ke arah ‘sana’. Ya, tentang tontonan yang sudah pasti enggak bakal tayang di Indonesia, tentang visual-visual yang memang sangat dianti bagi sebagian orang. Tetapi, saya di sini, menulis artikel ini, dengan pandangan sebagai seorang pelaku kreatif dalam menciptakan sebuah ide cerita, penokohan, dan juga alur. Artikel ini murni mengupas dari segi cerita. Oke?!

Terbayang tidak, bagaimana ketika kita sangat membenci sebuah makhluk, menghina dan menganggap makhluk itu kotor, misalkan saja kecoa yang sering bersembunyi di WC, hitam, jelek, bau, dan tiba-tiba suatu hari kita menjadi makhluk itu, dan harus hidup dengan cara makhluk itu?! Inilah yang terjadi kepada Angelise, seorang putri cantik dari sebuah kerajaan yang gaya berbusananya kerap menjadi sebuah tren, dan diidolakan oleh seluruh masyarakat. Tunggu! Angelise bukan menjadi kecoa ya...?! Kecoa hanya sebuah  perumpamaan.
To the point, di dunia Angelise, di mana ayahnya memimpin, terdapat dua golongan manusia, yaitu manusia Mana yang menguasai sihir, dan manusia Norma yang tidak menguasai sihir, dianggap sampah, berbahaya, anti sosial, dan umumnya ketika seseorang diketahui sebagai seorang Norma maka akan langsung dikarantina, untuk kemudian dibunuh atau dijadikan prajurit di sebuah pulau terpencil. Para manusia Mana tidak segan ‘membuang’ seorang Norma, termasuk sang putri yang sama sekali tidak berbelas kasih terhadap seorang bayi yang diketahui terlahir sebagai Norma, di suatu perjalanan pulang menuju istana.
“Lahirlah lagi seorang anak lain,  anak sungguhan, bukan Norma,” inilah kalimat yang sempat diucapkan Angelise di tengah pecahnya tangis sesosok bayi dan sang ibu bayi. Ya, ‘anak sungguhan’, mengandung arti bahwa Norma bukanlah anak, bukanlah manusia.

Tragisnya, di balik semua ketegasan Angelise dalam menyingkirkan Norma, baru terkuak bahwa ternyata Angelise sendiri juga terlahir sebagai Norma, pas ketika usianya mencapai 16 tahun, di mana ia harus hadir di publik, dibabtis sebagai putri mahkota, dan membuktikan kepada rakyatnya kalau dirinya murni merupakan seorang manusia Mana. Berbagai teknologi untuk memalsukan hasil pembuktian yang juga menggunakan teknologi canggih sebenarnya telah dipersiapkan oleh kedua orangtua Angelise yang menyembunyikan kenyataan itu. Sayangnya, momen tersebut ternyata telah ditunggu-tunggu oleh abang Angelise untuk melancarkan kudeta, yang kemudian menggagalkan pemalsuan hasil pembuktian.
Kerusuhan pun terjadi di mana orang-orang sibuk meringkus sang putri. Insiden itu pun merenggut nyawa sang ratu (mama Angelise), serta mengakhiri kerajaan mereka di bawah aksi kudeta sang abang. Tidak mendapatkan perlakuan khusus, Angelise juga dikirim ke pulau terpencil di mana para Norma dipaksa menjadi prajurit yang berperang melawan naga-naga raksasa. Segala kenaan/perhiasaan atribut bangsawan pun ditanggalkan, termasuk nama Angelise yang diganti menjadi Ange.

Ange atau Angelise yang selama ini hidup dalam kemewahan sangat sulit menerima kenyataan itu, dan tetap merasa dirinya adalah seorang Mana terhormat yang tidak sepantasnya hidup berbaur dengan para Norma yang terhina. Sayangnya, Angelise tidak dapat membuktikan hal itu, dan ia juga tidak memiliki kemampuan sihir layaknya manusia Mana lainnya. Selama ini ia mengira kalau itu hanya masalah waktu hingga kemampuan itu ada pada dirinya. Nyatanya, sedari kecil kedua orangtuanya telah menyiapkan seorang pelayan yang selalu mewakilinya menggunakan sihir dalam berbagai kepentingan melindungi diri, sehingga tidak pernah ada yang menyadari sang putri tidak pernah sekali pun menunjukkan sihirnya. Semua hanya berpikir sang putri tidak perlu melakukan hal itu sendiri selama didampingi pelayannya.
Kehidupan Ange berubah total. Ia tidak dapat akur dengan siapa pun, dan mendapat banyak musuh yang benci dengan sikapnya yang dianggap sok lembut. Kalaupun ada pula beberapa Norma yang demikian terkesan dengan seorang putri yang cantik dan mencoba akrab, Ange tetap tertutup untuk menerima Norma. Ia tetap merasa ia adalah Mana, dan kenyataannya ia memang dibesarkan dengan cara membesarkan seorang Mana. Kenakanlah pakaian bekas prajurit mati yang masih menempel bekas darah, atau jadilah seorang yang telanjang. Makanlah makanan seadanya, atau mati kelaparan. Di sana, Ange juga dipaksa untuk belajar mengendalikan sebuah robot mesin raksasa (semacam Gundam) yang akan digunakan dalam pertempuran melawan naga raksasa. Mengapa para Norma harus melakukan semua itu, perlahan Ange baru menyadari kalau di balik perdamaian yang tercipta dalam kehidupan para Mana, sesungguhnya itu berkat perjuangan para Norma yang menjaga area perbatasan antara manusia dan naga. Ada yang berjuang hingga kehilangan sebelah tangan, mata, atau bahkan mati tanpa jasad.



Ange adalah seorang mantan putri yang jelas mendapatkan pendidikan lebih baik dari yang lainnya. Ia terampil dan mudah menguasai cara mengoperasikan robot mesin raksasanya. Hanya saja, pada pertempuran perdananya mengendalikan benda itu di alam bebas, hal pertama yang dilakukan Ange justru mencoba kabur dan kembali ke kerajaannya. Akibat keegoisan itu, Ange merusak formasi dan strategi pertempuran, lantas menewaskan tiga anggota seperjuangannya termasuk sang kapten, dan ia sendiri juga mendapatkan luka parah di sekujur tubuh. Tidak hanya luka, Ange juga menjadi semakin dibenci, dan juga diharuskan bertanggung jawab membuatkan tiga buah kuburan untuk orang-orang yang telah dicelakainya.

Saat membuat kuburan itu, Ange lantas menyadari bahwa setiap Norma yang telah meninggal berhak menggunakan kembali nama kelahirannya di permukaan batu nisan. Bagaimana jika itu terjadi pada dirinya? Bukankah ia akan kembali bernama Angelise?!
Tidak memiliki jalan untuk kembali ke kehidupan yang sebelumnya, kehilangan kedua orang tua, Ange tiba-tiba berpikiran pendek untuk lekas mengakhiri hidupnya di pertempuran berikutnya. Seakan tidak peduli dengan keinginan gilanya, dan juga kejadian sebelumnya Ange memang sudah mengakibatkan kerusakan empat buah robot mesin raksasa, komandan dan para petinggi memutuskan untuk memberikan sebuah robot mesin raksasa rongsokan kepada Ange untuk pertempuran berikutnya. Detik-detik terakhir dari aksi bunuh diri Ange yang menerobos area naga raksasa begitu saja, rasa takut akan kematian menyergap, disertai terngiangnya pesan terakhir ratu yang meminta Angelise untuk tetap hidup. Siapa sangka, Ange ternyata sangat terampil mengendalikan robot itu melebihi siapa pun. Aksi menerobos area naga raksasa itu lantas diubah menjadi peluang besar untuk melancarkan serangan akhir!

Sedari awal antara Ange dan robot mesing rongsokan itu memang seakan memiliki ikatan khusus. Ange mungkin juga memiliki kemampuan tersembunyi lainnya, meskipun ia tidak dapat membuktikan dirinya sebagai seorang Mana. Bisa juga seperti apa yang diyakininya, hanya masalah waktu hingga ia menguasai sihir sebagai seorang Mana. Kalian harus menontonnya sendiri untuk menemukan jawaban
Cross Ange menjadi cerita yang penuh perjuangan bagi Ange, di antara aksi perundungan dari musuhnya, bagaimana ketika ia harus membuka diri menerima sahabat baru yang merupakan manusia Norma, hingga bagaimana ketika ia harus menyerahkan cintanya kepada seorang pria yang menyelamatkan hidupnya.

Overall, anime yang divisualkan  Sunrise ini sangat layak untuk ditonton. Bagi pencinta anime pasti tahu, studio Sunrise merupakan studio yang selalu menghadirkan anime-anime dengan grafis berkualitas atau di atas rata-rata. Cross Ange bahkan semestinya lebih menarik, seandainya tanpa dibumbui adegan-adegan yang otomatis menjadikan film ini tidak leluasa ditonton bareng keluarga di ruang tengah. Semoga saja ke depannya Cross Ange dapat digarap sebagai live action yang dapat ditonton bareng keluarga, tanpa pengkategorian umur.