Berbicara tentang anime, pasti yang pertama timbul di benak
kita ya itu-itu saja, seperti Naruto, One Piece, Dragon Ball, atau Inu-Yasha.
Di luar itu, ratusan hingga ribuan judul anime mungkin jarang dikenal. Tidak
heran kalau mempertimbangkan dari segi episode. Kecuali Inu-Yasha, ketiga judul
lain yang tersebut di atas rata-rata ditayangkan sepanjang masa. Episodenya sangat
banyak, sanggup menemani seseorang dari bayi hingga dewasa. Ya, mau tidak mau,
saat kamu tidak mengenal ketiganya, pasti ada teman atau saudaramu yang
membahasnya!
Tetapi, bukan berarti anime dengan sedikit episode itu kalah
menarik. Seperti halnya anime dengan judul Cross Ange (dibaca: En Ji), 25
episode, yang baru-baru ini saya nonton, dan hingga artikel ini ditulis saya juga
baru menontonnya hingga episode ke-8. Meskipun demikian, kesan dari alur yang
ditawarkan cukup kuat dan menurut saya cukup berkualitas. Bagi kalian yang
sudah pernah tahu anime ini, atau tahu-tahu sedikit dari bocoran gambar atau
video di Google, mungkin banyak dari kalian yang mulai berpikir melenceng ke
arah ‘sana’. Ya, tentang tontonan yang sudah pasti enggak bakal tayang di
Indonesia, tentang visual-visual yang memang sangat dianti bagi sebagian orang.
Tetapi, saya di sini, menulis artikel ini, dengan pandangan sebagai seorang
pelaku kreatif dalam menciptakan sebuah ide cerita, penokohan, dan juga alur. Artikel
ini murni mengupas dari segi cerita. Oke?!
Terbayang tidak, bagaimana ketika kita sangat membenci
sebuah makhluk, menghina dan menganggap makhluk itu kotor, misalkan saja kecoa
yang sering bersembunyi di WC, hitam, jelek, bau, dan tiba-tiba suatu hari kita
menjadi makhluk itu, dan harus hidup dengan cara makhluk itu?! Inilah yang
terjadi kepada Angelise, seorang putri cantik dari sebuah kerajaan yang gaya
berbusananya kerap menjadi sebuah tren, dan diidolakan oleh seluruh masyarakat.
Tunggu! Angelise bukan menjadi kecoa ya...?! Kecoa hanya sebuah perumpamaan.
To the point, di dunia Angelise, di mana ayahnya memimpin,
terdapat dua golongan manusia, yaitu manusia Mana yang menguasai sihir, dan
manusia Norma yang tidak menguasai sihir, dianggap sampah, berbahaya, anti
sosial, dan umumnya ketika seseorang diketahui sebagai seorang Norma maka akan
langsung dikarantina, untuk kemudian dibunuh atau dijadikan prajurit di sebuah
pulau terpencil. Para manusia Mana tidak segan ‘membuang’ seorang Norma,
termasuk sang putri yang sama sekali tidak berbelas kasih terhadap seorang bayi
yang diketahui terlahir sebagai Norma, di suatu perjalanan pulang menuju istana.
“Lahirlah lagi seorang anak lain, anak sungguhan, bukan Norma,” inilah kalimat
yang sempat diucapkan Angelise di tengah pecahnya tangis sesosok bayi dan sang
ibu bayi. Ya, ‘anak sungguhan’, mengandung arti bahwa Norma bukanlah anak, bukanlah
manusia.
Tragisnya, di balik semua ketegasan Angelise dalam menyingkirkan
Norma, baru terkuak bahwa ternyata Angelise sendiri juga terlahir sebagai Norma,
pas ketika usianya mencapai 16 tahun, di mana ia harus hadir di publik,
dibabtis sebagai putri mahkota, dan membuktikan kepada rakyatnya kalau dirinya
murni merupakan seorang manusia Mana. Berbagai teknologi untuk memalsukan hasil
pembuktian yang juga menggunakan teknologi canggih sebenarnya telah
dipersiapkan oleh kedua orangtua Angelise yang menyembunyikan kenyataan itu.
Sayangnya, momen tersebut ternyata telah ditunggu-tunggu oleh abang Angelise
untuk melancarkan kudeta, yang kemudian menggagalkan pemalsuan hasil pembuktian.
Kerusuhan pun terjadi di mana orang-orang sibuk meringkus
sang putri. Insiden itu pun merenggut nyawa sang ratu (mama Angelise), serta mengakhiri
kerajaan mereka di bawah aksi kudeta sang abang. Tidak mendapatkan perlakuan
khusus, Angelise juga dikirim ke pulau terpencil di mana para Norma dipaksa menjadi
prajurit yang berperang melawan naga-naga raksasa. Segala kenaan/perhiasaan
atribut bangsawan pun ditanggalkan, termasuk nama Angelise yang diganti menjadi
Ange.
Ange atau Angelise yang selama ini hidup dalam kemewahan
sangat sulit menerima kenyataan itu, dan tetap merasa dirinya adalah seorang
Mana terhormat yang tidak sepantasnya hidup berbaur dengan para Norma yang
terhina. Sayangnya, Angelise tidak dapat membuktikan hal itu, dan ia juga tidak
memiliki kemampuan sihir layaknya manusia Mana lainnya. Selama ini ia mengira
kalau itu hanya masalah waktu hingga kemampuan itu ada pada dirinya. Nyatanya,
sedari kecil kedua orangtuanya telah menyiapkan seorang pelayan yang selalu
mewakilinya menggunakan sihir dalam berbagai kepentingan melindungi diri,
sehingga tidak pernah ada yang menyadari sang putri tidak pernah sekali pun
menunjukkan sihirnya. Semua hanya berpikir sang putri tidak perlu melakukan hal
itu sendiri selama didampingi pelayannya.
Kehidupan Ange berubah total. Ia tidak dapat akur dengan
siapa pun, dan mendapat banyak musuh yang benci dengan sikapnya yang dianggap
sok lembut. Kalaupun ada pula beberapa Norma yang demikian terkesan dengan
seorang putri yang cantik dan mencoba akrab, Ange tetap tertutup untuk menerima
Norma. Ia tetap merasa ia adalah Mana, dan kenyataannya ia memang dibesarkan
dengan cara membesarkan seorang Mana. Kenakanlah pakaian bekas prajurit mati
yang masih menempel bekas darah, atau jadilah seorang yang telanjang. Makanlah
makanan seadanya, atau mati kelaparan. Di sana, Ange juga dipaksa untuk belajar
mengendalikan sebuah robot mesin raksasa (semacam Gundam) yang akan digunakan
dalam pertempuran melawan naga raksasa. Mengapa para Norma harus melakukan
semua itu, perlahan Ange baru menyadari kalau di balik perdamaian yang tercipta
dalam kehidupan para Mana, sesungguhnya itu berkat perjuangan para Norma yang
menjaga area perbatasan antara manusia dan naga. Ada yang berjuang hingga
kehilangan sebelah tangan, mata, atau bahkan mati tanpa jasad.
Ange adalah seorang mantan putri yang jelas mendapatkan pendidikan
lebih baik dari yang lainnya. Ia terampil dan mudah menguasai cara mengoperasikan
robot mesin raksasanya. Hanya saja, pada pertempuran perdananya mengendalikan
benda itu di alam bebas, hal pertama yang dilakukan Ange justru mencoba kabur
dan kembali ke kerajaannya. Akibat keegoisan itu, Ange merusak formasi dan
strategi pertempuran, lantas menewaskan tiga anggota seperjuangannya termasuk
sang kapten, dan ia sendiri juga mendapatkan luka parah di sekujur tubuh. Tidak
hanya luka, Ange juga menjadi semakin dibenci, dan juga diharuskan bertanggung
jawab membuatkan tiga buah kuburan untuk orang-orang yang telah dicelakainya.
Saat membuat kuburan itu, Ange lantas menyadari bahwa setiap
Norma yang telah meninggal berhak menggunakan kembali nama kelahirannya di permukaan
batu nisan. Bagaimana jika itu terjadi pada dirinya? Bukankah ia akan kembali
bernama Angelise?!
Tidak memiliki jalan untuk kembali ke kehidupan yang
sebelumnya, kehilangan kedua orang tua, Ange tiba-tiba berpikiran pendek untuk
lekas mengakhiri hidupnya di pertempuran berikutnya. Seakan tidak peduli dengan
keinginan gilanya, dan juga kejadian sebelumnya Ange memang sudah mengakibatkan
kerusakan empat buah robot mesin raksasa, komandan dan para petinggi memutuskan
untuk memberikan sebuah robot mesin raksasa rongsokan kepada Ange untuk
pertempuran berikutnya. Detik-detik terakhir dari aksi bunuh diri Ange yang
menerobos area naga raksasa begitu saja, rasa takut akan kematian menyergap, disertai
terngiangnya pesan terakhir ratu yang meminta Angelise untuk tetap hidup. Siapa
sangka, Ange ternyata sangat terampil mengendalikan robot itu melebihi siapa
pun. Aksi menerobos area naga raksasa itu lantas diubah menjadi peluang besar
untuk melancarkan serangan akhir!
Sedari awal antara Ange dan robot mesing rongsokan itu
memang seakan memiliki ikatan khusus. Ange mungkin juga memiliki kemampuan
tersembunyi lainnya, meskipun ia tidak dapat membuktikan dirinya sebagai
seorang Mana. Bisa juga seperti apa yang diyakininya, hanya masalah waktu hingga
ia menguasai sihir sebagai seorang Mana. Kalian harus menontonnya sendiri untuk
menemukan jawaban
Cross Ange menjadi cerita yang penuh perjuangan bagi Ange,
di antara aksi perundungan dari musuhnya, bagaimana ketika ia harus membuka
diri menerima sahabat baru yang merupakan manusia Norma, hingga bagaimana
ketika ia harus menyerahkan cintanya kepada seorang pria yang menyelamatkan
hidupnya.
Overall, anime yang divisualkan Sunrise ini sangat layak untuk ditonton. Bagi
pencinta anime pasti tahu, studio Sunrise merupakan studio yang selalu
menghadirkan anime-anime dengan grafis berkualitas atau di atas rata-rata. Cross
Ange bahkan semestinya lebih menarik, seandainya tanpa dibumbui adegan-adegan yang
otomatis menjadikan film ini tidak leluasa ditonton bareng keluarga di ruang
tengah. Semoga saja ke depannya Cross Ange dapat digarap sebagai live action yang
dapat ditonton bareng keluarga, tanpa pengkategorian umur.